•  Tes Potensi ONLINE; soal 100 butir dalam 100 menit, materi: kebijakan, teknis, bahasa & ritual haji
  •  Penerimaan Berkas Rekrutmen PKHI diperpanjang sampai tanggal 28 Feb 2016 pukul 24.00 WIB
  •  Pengambilan NF, Tes Potensi dan NR Rekrutmen PKHI diperpanjang sampai tgl 21 Feb 2016 Pukul 24.00
  •  Bahan materi Tes Potensi dapat dipelajari dari dokumen dan modul program kesehatan haji.
  •  Konsultasikan masalah Anda via email kepada Sekretariat Rekrutmen PKHI 1437 H.
  •  Tes Potensi ONLINE, diberikan 5 kali kesempatan. Nilai diambil tertinggi. Pastikan koneksi baik.


Resiko Penyakit Akibat Cuaca Panas Pada Jemaah Haji Usia Lanjut (Bagian 1)


— 11 September 2014 dibaca 7.474 kali



Agus Widiyatmoko (Kasubsie BPHI Mekkah PPIH 1435H)

Makkah, 11 September 2014, Ibadah haji adalah ibadah yang diperintahkan oleh rukun Islam ke 5. Tingginya minat umat Islam sedunia untuk menunaikan ibadah haji harus berbenturan dengan daya tampung Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang akan dikunjungi oleh para peziarah seluruh dunia.  Hal ini  menyebabkan daftar tunggu yang lama akibat daya tampung yang terbatas. Konsekuensi logis yang terjadi adalah banyaknya jemaah haji yang berusia lanjut.

Jemaah haji yang berusia lanjut (diatas 60 tahun) memiliki resiko yang lebih tinggi untuk meningkatnya morbiditas maupun mortalitas saat menjalankan ibadah haji di Arab Saudi. Salah satu faktor resiko meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada jemaah haji yang berusia lanjut adalah faktor cuaca.

Cuaca di Arab Saudi terbagi menjadi musim dingin dan musim panas. Pada periode waktu April – Oktober cuaca di Arab Saudi memasuki musim panas, Cuaca yang panas ini memiliki resiko terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas pada jemaah haji yang berusia lanjut.

CUACA PANAS DAN USIA LANJUT

Jemaah haji yang berusia lanjut akan mengalami penurunan fungsi regulasi dalam tubuhnya. Hal ini juga akan mempengaruhi daya adapatasi jemaah haji usia lanjut terhadap suhu yang panas. Pada orang yang normal dan berusia muda, saat suhu udara panas, tubuh akan merespon dengan menurunkan suhu kulit agar tidak terkena sengatan panas. Respon tubuh adalah dengan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer yang ada di kulit guna mengurangi sengatan panas (Kellog et.al., 1998). Pada orang yang berusia lanjut kondisi ini tidak terjadi. Pada jemaah haji yang berusia lanjut akan terjadi penurunan kemampuan thermoregulasi tubuh. Kemampuan tubuh untuk mengeluarkan keringat sebagai salah satu cara untuk mendinginkan tubuh berkurang seiring dengan meningkatnya usia (Inoue et.al., 1998). Kemampuan vasodilatasi pembuluh darah yang ada di kulit dan kemampuan sistem kardiovaskuler pun ikut menurun seiring meningkatnya umur (Petrofsky et.al., 2006). Hal ini akan diperberat jika ditemukan adanya penurunan kapasitas kebugaran orang yang berusia lanjut dan adanya penumpukan adiposit dalam tubuh (Kenny et.al., 2008). Orang yang berusia lanjut akan menurun kemampuannya untuk beradaptasi terhadap terjadinya dehidrasi. Pada usia lanjut akan terjadi penurunan rasa haus akibat dehidrasi sehingga akan menyebabkan asupan cairan berkurang dan memicu penurunan cairan plasma tubuh. Hal ini akan menyebabkan dehidrasi semakin berat pada orang yang berusia lanjut. Jika terjadi dehidrasi pun orang yang berusia lanjut membutuhkan waktu yang lebih lama untuk recovery dari kondisi dehidrasinya. Lambatnya waktu recovery ini akan memicu timbulnya penyakit yang dipicu oleh sengatan panas (seperti heat stroke, heat cramps, heat exhaustion) (Takamata et.al., 1999).

Namun demikian jemaah haji yang berusia lanjut dapat beradaptasi dengan cuaca panas ini. Untuk dapat beradaptasi dengan cuaca panas jemaah haji yang berusia lanjut wajib melakukan latihan fisik ringan pada suhu panas untuk 8 – 10 hari sebelumnya. Jika ini dilakukan jemaah haji usia lanjut akan mampu beradaptasi dengan baik pada suhu panas. Selain itu diperlukan intake cairan yang lebih banyak diperlukan guna meningkatkan cairan plasma (Takamata et.al., 1999).

OBESITAS DAN CUACA PANAS

Heatstroke yang fatal sering ditemukan pada orang yang berusia lanjut yang obes. Resiko terjadinya heatstroke 3,5 kali lipat pada usia lanjut yang obes dibandingkan yang tidak (Kenny et.al., 2010). Obesitas akan menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap stimuli panas. Hal ini disebabkan oleh adanya neuropati pada saraf perifer walaupun tidak ada tanda-tanda gangguan sensori secara klinis (Herman et.al., 2007).  Orang yang obes memiliki rasio yang lebih kecil antara luas permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dimana hal ini akan menyebabkan kemampuan evaporasi menjadi berkurang. Tingginya jaringan lemak tubuh pada orang yang obes akan menyebabkan peningkatan suhu jaringan tubuh akibat kemampuan jaringan lemak untuk menyimpan panas. Tebalnya lapisan lemak bawah kulit juga akan menyulitkan tubuh untuk melepaskan panas tubuh keluar (Kenny et.al., 2010).  Selain itu tingginya indeks masa tubuh juga berkorelasi dengan tingginya produksi panas oleh tubuh. Sehingga kebutuhan cairan pada orang yang obes pasti lebih banyak daripada orang dengan berat badan normal.

HIPERTENSI DAN CUACA PANAS

Secara umum pada orang yang menderita hipertensi, akan terjadi penurunan mean arterial pressure pada saat cuaca panas. Namun demikian pada orang hipertensi yang kronis akan terjadi hipertrofi otot polos pembuluh vaskuler perifer dan penipisan lapisan endotel pembuluh darah. Hal ini akan mempengaruhi penurunan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah perifer kulit guna menurunkan suhu tubuh. Kenny et.al. menemukan penurunan aliran darah ke kulit saat paparan panas pada pasien hipertensi.  

Tekanan darah sistolik akan lebih rendah pada saat pagi hari pada cuaca panas dibandingkan cuaca dingin. Namun didapatkan tekanan darah sistolik akan meningkat lebih tinggi pada saat malam hari pada cuaca panas pada pasien yang berusia lanjut dibandingkan cuaca dingin (Modesti et.al., 2005). Hal ini disebabkan penurunan dosis obat hipertensi pada saat cuaca panas akibat terjadinya penurunan tekanan darah saat panas. Sehingga pemberian obat antihipertensi tetap pada dosis sebelumnya dan sebaiknya diberikan pada malam hari. Selain itu perlu pemantauan yang lebih intensif untuk pasien usia lanjut yang menderita hipertensi terutama pada saat malam hari pada cuaca panas.

DIABETES MELLITUS DAN CUACA PANAS

Data epidemiologi menunjukkan bahwa pasien Diabetes Mellitus (DM) memiliki resiko kematian dan sakit yang lebih tinggi pada saat cuaca panas. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kelainan metabolic, dan disfungsi sistem kardiovaskuler dan neuropati. Ketiga hal tersebut memicu terjadi kegagalan termoregulasi tubuh saat cuaca panas.

Kemampuan vasodilatasi pembuluh darah perifer pasien DM jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang normal pada saat paparan cuaca panas. Kondisi ini disebabkan karena respon vasodilatasi yang menurun dari pada kemampuan vasokonstriksi pada pembuluh darah kulit. Kemampuan berkeringat menurun pada penderita DM khususnya pada anggota gerak bagian bawah (Kenny et.al., 2010). Hal ini akan menyebabkan anggota gerak bagian bawah semakin kering dan mudah untuk terjadinya luka. Jika terjadi luka juga akan terganggu homeostasis pembuluh darah akibat adanya gangguan vasodilatsi pembuluh darah di daerah anggota gerak bagian bawah penderita DM.

Absorbsi insulin akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu udara. Peningkatan absorbsi insulin ini dapat menyebabkan hipoglikemia post exercise penderita DM pada cuaca panas (Ronemma dan Koivisto, 1988).  Kondisi ini menyebabkan perlunya penyesuaian diet dan terapi insulin pada saat cuaca panas.