Show simple item record

dc.contributor.authorHARIYANTO, MUHSIN
dc.date.accessioned2017-04-24T09:02:13Z
dc.date.available2017-04-24T09:02:13Z
dc.date.issued2017-04-24
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/10172
dc.description.abstractPerkembangan definisi korupsi juga ditandai oleh sejumlah interpretasi keagamaan tentang tindak pidana tersebut. Para ulama – misalnya – menganalogikan korupsi dengan al-ghulûl, sebuah terma yang dirujuk dari kitab suci al-Quran dan hadis-hadis Nabi. Mereka – pada umumnya – mengelaborasi makna al-ghulûl dengan sejumlah interpretasi yang semakna dengan pengertian korupsi sebagaimana yang didefinisikan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu dengan cara pandang masing-masing. Representasi definisi tentang korupsi yang dielaborasi dari terma al-ghulûl dapat dicermati – misalnya – pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (2001) tentang “al-Ghulûl” (Korupsi) dan “ar-Risywah” (Suap-Menyuap). MUI pada 2001 pernah mengeluarkan fatwa khusus berkaitan dengan al-ghulul (korupsi), ar-risywah (suap-menyuap), dan pemberian hadiah bagi pejabat. Dalam fatwa tersebut MUI menegaskan, bahwa korupsi dan praktik suap “sangat keras” larangannya dalam agama. Sementara pemberian hadiah bagi pejabat sebaiknya dihindari karena pejabat telah menerima imbalan dan fasilitas dari negara atas tugas-tugasnya. Fatwa MUI tersebut juga dikuatkan oleh pendapat para ulama NU pada Munas NU. Selain itu, Munas NU (2002) juga merekomendasikan mengharamkan hibah (hadiah) kepada pejabat di luar batas kewajaran. Diharamkannya hibah itu, karena di samping melanggar sumpah jabatan, juga bisa menimbulkan kemungkinan sebagai ar-risywah (suap-menyuap) atau sebagai bentuk al-ghulul (korupsi). Menurut para ulama NU, ar-risywah bisa mengubah yang benar menjadi salah atau sebaliknya, sedangkan al-ghulul (korupsi) tidak sama dengan ar-risywah (suap-menyuap) -- bukan menyogok --tetapi mengambil uang yang seharusnya masuk ke kas negara tetapi masuk ke ‘kantong’ sendiri. Alasan NU menyinggung masalah hibah, karena masalah tersebut menjadi aktual mengingat KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara) banyak menerima pengembalian isian formulir pejabat negara yang hartanya disebut sebagai hibah. "Di sinilah perlu ketegasan NU sebagai organisasi keagamaan terbesar mengenai bagaimana kedudukan hibah kepada para pejabat.”en_US
dc.publisherUNIRES UMYen_US
dc.subjectPENDIDIKAN AGAMA ISLAMen_US
dc.titleISLAM DAN INTERNALISASI NILAI-NILAI ANTIKORUPSIen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record