Show simple item record

dc.contributor.advisorSYAFIIE, INU KENCANA
dc.contributor.authorPRATIWI, MONICA MAUDILIAN
dc.date.accessioned2017-06-22T01:45:48Z
dc.date.available2017-06-22T01:45:48Z
dc.date.issued2017-01-30
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/11237
dc.descriptionSINOPSIS Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan serta membandingkan pemikiran politik dari dua tokoh besar Islam yang hidup di dua zaman yang berbeda, yaitu Ibnu Taimiyah (1263 – 1328) dan Mohammad Natsir (1908 – 1993). Khususnya pemikiran keduanya yang berhubungan dengan politik serta hubungan dengan agama (Islam). Penelitian ini didasarkan pada fakta yang menunjukan bahwa pada dasarnya kedua tokoh tersebut jelas – jelas sebagai tokoh intelektual yang banyak menghasilkan karya yang hingga saat ini masih dijadikan rujukan bagi para pemikir dimasa ini dan mungkin di masa depan. Secara garis besar pemikiran kedua tokoh tersebut tampak tidak memiliki perbedaan yang berarti, hal ini di mungkinkan karena pada dasarnya kedua tokoh ini selalu ada kalimat – kalimat yang dikutip dari ayat Al-Qura’an maupun as – Sunnah karena kedua tokoh ini xiii berpendapat bahwa Al – Quran maupun as – Sunnah telah memberikan petunjuk – petunjuk melaksanakan kehidupan sehari – hari bermasyarakat dan bernegara. Dalam penelitian ini hanya dibahas tiga topik penting dari pemikiran masing – masing tokoh yaitu, pemikiran tentang ideology negara, bentuk negara, serta tentang system pemerintahan. Dari ketiga topik ini, adanya, adanya persamaan pemikiran yang paling menonjol adalah dalam hal ideology negara, dimana kedua tokoh ini sama – sama memandang bahwa ideology yang tertinggi adalah agama. Menempatkan agama sebagai ideology bukan berarti merendhkan agama itu sendiri, tetapi menurut kedua tokoh ini, agama sebagai ideology berarti menjadikan agama sebagai dasar yang paling utama dalam melakukan segala tindakan yang akan dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, agama dijadikan sebagai sumber nilai utama dalam melakukan segala tindakan, apakah tindakan yang akan diambil telah sesuai dengan ajaran agama atau tidak, sebab ajaran agama itu sendiri bersifat universal yang berlaku bagi setiap umat manusia yang hidup dimanapun disegala zaman. Mengenai Negara kedua tokoh ini mempunyai sedikit perbedaan pandangan, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bentuk negara dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhannya sebab dalam kitab suci sendiri mengenai hal ini tidak disebut secara rinci oleh sebab itu ijtihad dapat dapat dilakukan untuk mencari bentuk negara sesuai, sedangkan Natsir berdasarkan ijtihadnya berpendapat bahwa bentuk negara yang baik adalah negara kesatuan. Perbedaan keduannya ini dimungkinkan karena adanya factor sejarah masa hidup keduanya. Kemudian mengenai sistem pemerintahan kedua tokoh ini sangat mengedepankan prinsip syura (musyawarah) yang sangat jelas tercantum dalam Al-Qura’an. Dalam sistem pemerintahan yang berdasarkan syariat ini kedudukan setiap umat manusia adalah sama oleh sebab itu harus ada rasa saling menghargai dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut orang banyak dalam satu media yaitu musyawarah, tetapi Natsir menegaskan bahwa prinsip ini dinamakan sebagai demokrasi yang berketuhanan (theistic democracy).en_US
dc.description.abstractSINOPSIS Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan serta membandingkan pemikiran politik dari dua tokoh besar Islam yang hidup di dua zaman yang berbeda, yaitu Ibnu Taimiyah (1263 – 1328) dan Mohammad Natsir (1908 – 1993). Khususnya pemikiran keduanya yang berhubungan dengan politik serta hubungan dengan agama (Islam). Penelitian ini didasarkan pada fakta yang menunjukan bahwa pada dasarnya kedua tokoh tersebut jelas – jelas sebagai tokoh intelektual yang banyak menghasilkan karya yang hingga saat ini masih dijadikan rujukan bagi para pemikir dimasa ini dan mungkin di masa depan. Secara garis besar pemikiran kedua tokoh tersebut tampak tidak memiliki perbedaan yang berarti, hal ini di mungkinkan karena pada dasarnya kedua tokoh ini selalu ada kalimat – kalimat yang dikutip dari ayat Al-Qura’an maupun as – Sunnah karena kedua tokoh ini xiii berpendapat bahwa Al – Quran maupun as – Sunnah telah memberikan petunjuk – petunjuk melaksanakan kehidupan sehari – hari bermasyarakat dan bernegara. Dalam penelitian ini hanya dibahas tiga topik penting dari pemikiran masing – masing tokoh yaitu, pemikiran tentang ideology negara, bentuk negara, serta tentang system pemerintahan. Dari ketiga topik ini, adanya, adanya persamaan pemikiran yang paling menonjol adalah dalam hal ideology negara, dimana kedua tokoh ini sama – sama memandang bahwa ideology yang tertinggi adalah agama. Menempatkan agama sebagai ideology bukan berarti merendhkan agama itu sendiri, tetapi menurut kedua tokoh ini, agama sebagai ideology berarti menjadikan agama sebagai dasar yang paling utama dalam melakukan segala tindakan yang akan dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, agama dijadikan sebagai sumber nilai utama dalam melakukan segala tindakan, apakah tindakan yang akan diambil telah sesuai dengan ajaran agama atau tidak, sebab ajaran agama itu sendiri bersifat universal yang berlaku bagi setiap umat manusia yang hidup dimanapun disegala zaman. Mengenai Negara kedua tokoh ini mempunyai sedikit perbedaan pandangan, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bentuk negara dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhannya sebab dalam kitab suci sendiri mengenai hal ini tidak disebut secara rinci oleh sebab itu ijtihad dapat dapat dilakukan untuk mencari bentuk negara sesuai, sedangkan Natsir berdasarkan ijtihadnya berpendapat bahwa bentuk negara yang baik adalah negara kesatuan. Perbedaan keduannya ini dimungkinkan karena adanya factor sejarah masa hidup keduanya. Kemudian mengenai sistem pemerintahan kedua tokoh ini sangat mengedepankan prinsip syura (musyawarah) yang sangat jelas tercantum dalam Al-Qura’an. Dalam sistem pemerintahan yang berdasarkan syariat ini kedudukan setiap umat manusia adalah sama oleh sebab itu harus ada rasa saling menghargai dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut orang banyak dalam satu media yaitu musyawarah, tetapi Natsir menegaskan bahwa prinsip ini dinamakan sebagai demokrasi yang berketuhanan (theistic democracy).en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFISIPOL UMYen_US
dc.subjectPOLITIK IBNU TAMIYAH DAN MOHAMMAD NATSIRen_US
dc.subjectSTUDI KOMPARASIen_US
dc.titleKONSEP ISLAM TENTANG NEGARA STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN MOHAMMAD NATSIRen_US
dc.typeThesis SKR FISIP 267en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record