Show simple item record

dc.contributor.advisorSUKMONO, FILOSA GITA
dc.contributor.authorDEWI, RENITA KARINA
dc.date.accessioned2017-12-26T06:14:01Z
dc.date.available2017-12-26T06:14:01Z
dc.date.issued2017-11-13
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/16402
dc.descriptionFilm Cinta Tapi Beda karya sutradara Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra mengangkat cerita perjuangan cinta dua orang yang memiliki latar belakang agama dan kebudayaan yang berbeda. Film ini mencoba memaparkan realitas mengenai kisah percintaan yang yang dilatabelakangi perbedaan keyakinan dan kebudayaan. Film Cinta Tapi Beda berhasil mendapatkan penghargaan Asean Spirit Award dalam Acara bergengsi yaitu Asean International Film Festival and Awards yang digelar di Borneo Convention Centre Malaysia, sebelum akhirnya ditarik dari peredaran karena menimbulkan kontroversi di masyarakat. Film Cinta Tapi Beda dianggap menggambarkan hal yang bertolak belakang dengan adat Minangkabau. Penelitian ini menggunakan analisis resepsi model Encoding-decoding Stuart Hall untuk mengetahui bagaimana khalayak atau penonton memaknai budaya Minangkabau dalam film Cinta Tapi Beda. Pengumpulan data menggunakan Focused Group Discussion (FGD), Subjek penelitian dari komunitas Nonton YK dan dari FORKOMMI UGM. Berdasarkan hasil penelitian satu orang menempati posisi Oppositional dan dua orang menempati posisi Dominant-hegemonic, sedangkan tiga orang lainnya berada pada posisi negotiated. Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan memberikan pemaknaan budaya Minangkabau dalam Film Cinta Tapi Beda berada pada posisi negotiated yang artinya adegan-adegan dalam film tersebut tidak seluruhnya dapat diterima. Informan hanya menerima sebagian pesan yang disampaikan dalam film Cinta tapi Beda.en_US
dc.description.abstract“Cinta Tapi Beda” Movie by Hanung Bramantyo and Hestu Saputra raises the story of love struggle between two people having different religious and cultural backgrounds. This movie tries to describe the reality about a love story with differences of faith and religion. “Cinta Tapi Beda” Movie is successful in achieving Asean Spirit Award in a prestigious event which is Asean International Film Festival and Awards held in Borneo Convention Centre Malaysia before it is finally withdrawn from the market as it raises some controversies among the public. “Cinta Tapi Beda” Movie is considered to describe an issue in contrast with the culture of Minangkabau. This research used reception analysis of Encoding-Decoding Stuart Hall model to find out how the public or audience perceive the culture of Minangkabau described in “Cinta Tapi Beda” Movie. The data collection used Focused Group Discussion (FGD), from Yogyakarta Watching Community and FORKOMMI UGM. Based on the research result, one participant is in the oppositional position and two participant is in the Dominant-hegemonic position while three participant are in the negotiated position. From the result gained, it can be concluded that most informants provide interpretation Minangkabau culture in movie “Cinta Tapi Beda” is in a negotiated position which means the scenes in the film is not entirely acceptable. The informant received only a portion of the message conveyed in the movie “ Cinta Tapi Beda”.en_US
dc.publisherFISIP UMYen_US
dc.subjectPublic Acceptance, Culture of Minangkabau, Movie. Penerimaan Khalayak, Budaya Minangkabau, Filmen_US
dc.titlePENERIMAAN KHALAYAK TERHADAP BUDAYA MINANGKABAU DALAM FILM CINTA TAPI BEDAen_US
dc.title.alternative(STUDI PADA KOMUNITAS NONTON YOGYAKARTA DAN FORKOMI UGM )en_US
dc.typeThesis SKR 757en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record