Show simple item record

dc.contributor.advisor
dc.contributor.authorRAHMA, MUTIA
dc.date.accessioned2018-05-21T03:33:49Z
dc.date.available2018-05-21T03:33:49Z
dc.date.issued2018-04-25
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/18911
dc.descriptionPenelitian ini berdasarkan Konflik tanah ulayat antara Nagari Padang Sibusuk dengan Desa Kampung Baru .Dimana, sejak dikeluarkannya UU No.5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa, maka sistem pemerintahan Nagari Padang Sibusuk diubah menjadi sistem pemerintahan desa layaknya pemerintahan desa di Pulau Jawa dan dipecah menjadi beberapa desa. Selanjutnya, setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi daerah, maka pemerintah dan masyarakat Minangkabau semangat kembali untuk “Babaliak Ka Nagari”. Namun, Desa Kampung Baru yang merupakan salah satu bagian Nagari Padang Sibusuk ingin berdiri sendiri sebagai nagari dan tidak mau kembali ke nagari asalnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Serta, menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Penelitian ini dilakukan di Nagari Padang Sibusuk dan Desa Kampung Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konflik tanah ulayat yang terjadi antara Nagari Padang Sibusuk dan Desa Kampung Baru diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu sumber yang terbatas; ketidaksamaan tujuan; kebutuhan yang berbeda atau kebutuhan yang sama dengan jumlah yang terbatas; ketergantungan satu sama lain; diferensiasi organisasi; sistem imbalan yang tidak layak; komunikasi yang tidak baik; keberagaman karakter sistem sosial; serta sifat dan kepribadian individu. Selanjutnya, KAN Padang Sibusuk sebagai lembaga adat yang bertugas untuk menyelesaikan masalah adat, istiadat, dan budaya mendapatkan perannya dengan baik dalam menyelesaikan konflik tanah ulayat tersebut. Akan tetapi, dengan dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa mengakibatkan berkurangnya peran KAN yang hanya sebagai keterwakilan saja dalam Pemerintahan Nagari. Dengan demikiam, untuk mencegah terjadinya konflik tanah ulayat sebaiknya ninik mamak mulai memikirkan untuk melegalkan kepemilikan tanah secara tertulis. Selanjutnya, penyerahan tanah ulayatpun harusnya diserahkan secara tertulis juga. Serta, KAN Padang Sibusuk harusnya mendata luas tanah ulayat yang dimiliki Nagari Padang Sibusuk.en_US
dc.publisherFISIP UMYen_US
dc.subjectPemerintahan Lokal, Nagari, Konflik, Tanah Ulayat, Pemerintahan Daerahen_US
dc.titleKONFLIK TANAH ULAYAT AKIBAT PERUBAHAN SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI DI SUMATERA BARATen_US
dc.title.alternative(STUDI KASUS KONFLIK TANAH ULAYAT ANTARA NAGARI PADANG SIBUSUK DENGAN DESA KAMPUNG BARU TAHUN 1989-2017)en_US
dc.typeThesis SKR FISIP 170en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record