dc.contributor.author | FATKHUROHMAN, AHMAD | |
dc.date.accessioned | 2018-09-01T02:13:40Z | |
dc.date.available | 2018-09-01T02:13:40Z | |
dc.date.issued | 2018-09-01 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/21014 | |
dc.description | Permasalahan ganti rugi bukanlah permasalahan yang ringan atau mudah untuk diselesaikan, karena pada dasarnya manusia tidak mau rugi, sehingga akan berusaha untuk menghindar / mengelak dari tanggung jawab ganti rugi dengan berbagai dalih / alasan. Sebagaimana kasus sengketa akad mudharabah yang terjadi Pengadilan Agama Bantul dimana Penggugat selaku shohibul maal menggugat Direktur KSU Syariah Baitul Maal watamwil (BMT) ISRA selaku mudharib sebagai Tergugat dan juga mantan Direktur tersebut sebagai Turut Tergugat karena pada saat jatuh tempo Tergugat tidak dapat memberikan simpanan dan sisa nisbah bagi hasil yang belum diberikan kepada Penggugat dengan alasan kondisi keuangan maka Penggugat menuntut ganti kerugian baik materiil maupun immateriil pada Tergugat. Permasalahan dalam tesis ini adalah Bagaimanakah konsep ganti rugi menurut hukum perdata dan menurut hukum Islam khususnya dalam akad mudharabah dan Bagaimanakah Hakim Pengadilan Agama menentukan ukuran ganti rugi dalam akad mudharabah. penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif atau doktrinal. Untuk mendapatkan data yang akurat penulis melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum baik hukum primer, skunder maupun tersier serta Adapun nara sumber dalam penelitian ini adalah Hakim yang memutus perkara. penelitian akan dianalisis secara preskriptif dengan menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap kasus Nomor 463/Pdt.G/2011/PA.Btl Jo. 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk Jo. 2/Pdt.Eks/2012/ PA.Btl. maka, Konsep ganti rugi menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata khususnya dalam akad mudharabah keduanya sama-sama adanya kelalaian/pelanggaran terhadap akad (ingkar janji / wanprestasi), bentuk kerugiannya materi (berupa harta), sedangkan sanksi yang harus ditanggung dalam hukum perdata adalah biaya rugi dan bunga sedangkan dalam hukum Islam adalah kerugian riil (real loos) yang pasti dialami, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak termasuk biaya proses penyelesaian perkara. Metode Penentuan ukuran ganti rugi yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama dalam akad mudharabah adalah : a. Penggantian ganti rugi berdasarkan atas kesepakatan atau perjanjian, b. Secara ex officio Hakim menentukan sendiri ganti rugi tanpa diminta oleh para pihak. Sedangkan ukurannya: 1. uang sebesar kerugian riil (real loss) yang diderita. 2. bagian keuntungan yang sudah jelas tetapi belum/tidak dibayarkan oleh mudharib. 3. biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk proses penagihan dan atau proses penyelesaian perkara. 4. barang atau aset dapat diganti dengan uang sebesar nilai barang/aset tersebut sesuai dengan kesepakatan. | en_US |
dc.description.abstract | Permasalahan ganti rugi bukanlah permasalahan yang ringan atau mudah untuk diselesaikan, karena pada dasarnya manusia tidak mau rugi, sehingga akan berusaha untuk menghindar / mengelak dari tanggung jawab ganti rugi dengan berbagai dalih / alasan. Sebagaimana kasus sengketa akad mudharabah yang terjadi Pengadilan Agama Bantul dimana Penggugat selaku shohibul maal menggugat Direktur KSU Syariah Baitul Maal watamwil (BMT) ISRA selaku mudharib sebagai Tergugat dan juga mantan Direktur tersebut sebagai Turut Tergugat karena pada saat jatuh tempo Tergugat tidak dapat memberikan simpanan dan sisa nisbah bagi hasil yang belum diberikan kepada Penggugat dengan alasan kondisi keuangan maka Penggugat menuntut ganti kerugian baik materiil maupun immateriil pada Tergugat. Permasalahan dalam tesis ini adalah Bagaimanakah konsep ganti rugi menurut hukum perdata dan menurut hukum Islam khususnya dalam akad mudharabah dan Bagaimanakah Hakim Pengadilan Agama menentukan ukuran ganti rugi dalam akad mudharabah. penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif atau doktrinal. Untuk mendapatkan data yang akurat penulis melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum baik hukum primer, skunder maupun tersier serta Adapun nara sumber dalam penelitian ini adalah Hakim yang memutus perkara. penelitian akan dianalisis secara preskriptif dengan menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap kasus Nomor 463/Pdt.G/2011/PA.Btl Jo. 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk Jo. 2/Pdt.Eks/2012/ PA.Btl. maka, Konsep ganti rugi menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata khususnya dalam akad mudharabah keduanya sama-sama adanya kelalaian/pelanggaran terhadap akad (ingkar janji / wanprestasi), bentuk kerugiannya materi (berupa harta), sedangkan sanksi yang harus ditanggung dalam hukum perdata adalah biaya rugi dan bunga sedangkan dalam hukum Islam adalah kerugian riil (real loos) yang pasti dialami, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak termasuk biaya proses penyelesaian perkara. Metode Penentuan ukuran ganti rugi yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama dalam akad mudharabah adalah : a. Penggantian ganti rugi berdasarkan atas kesepakatan atau perjanjian, b. Secara ex officio Hakim menentukan sendiri ganti rugi tanpa diminta oleh para pihak. Sedangkan ukurannya: 1. uang sebesar kerugian riil (real loss) yang diderita. 2. bagian keuntungan yang sudah jelas tetapi belum/tidak dibayarkan oleh mudharib. 3. biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk proses penagihan dan atau proses penyelesaian perkara. 4. barang atau aset dapat diganti dengan uang sebesar nilai barang/aset tersebut sesuai dengan kesepakatan. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | MIH UMY | en_US |
dc.subject | KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA | en_US |
dc.subject | MUDHARABAH | en_US |
dc.subject | GANTI RUGI | en_US |
dc.title | PENYELESAIAN TUNTUTAN GANTI RUGI DALAM SENGKETA AKAD MUDHARABAH PADA PENGADILAN AGAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANTUL | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |