dc.description.abstract | Sejak pemilihan Umum 2009, Indonesia menerapkan adanya parliamentary threshold dalam proses penentuan konversi suara rakyat menjadi kursi di legislatif. Hal ini juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai the interpreter of the constitution melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2009 yang kemudian dipertahankan kembali dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor52/PUU-X/2012, yang menyatakan bahwa penerapan parliamentary threshold dalam pemilihan umum di Indonesia tidak bertentangan dengan undang-undang. Apabila dicermati, penerapan parliamentary threshold bisa dikatakan menyebabkan kurang terwujudnya keadilan sosial. Hal ini dikarenakan DPR adalah lembaga legislatif yang salah satu fungsinya adalah legislasi untuk membuat dan mengambil keputusan publik terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan mempengaruhi keputusan tersebut. Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap keterlibatan rakyat. Apabila ada pembatasan tersebut, maka peluang untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan peraturan perundang-undangan tersebut hanya akan dikuasai oleh partai-partai politik yang memenuhi ambang batas tersebut, sehingga kepentingan rakyat yang terakomodasi dalam parpol yang tidak memenuhi ambang batas tersebut tidak bisa terlibat. | en_US |