dc.contributor.author | RAHMATULLAH, AZAM SYUKUR | |
dc.date.accessioned | 2019-03-15T02:34:30Z | |
dc.date.available | 2019-03-15T02:34:30Z | |
dc.date.issued | 2016-02 | |
dc.identifier.isbn | 978-602-19568-0-9 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/25702 | |
dc.description | Membangun keharmonisan kerja yang berbasis keadilan gender tidaklah mudah.
Memerlukan kesadaran dan kesepakatan bersama oleh para pekerja, baik pekerja lakilaki
maupun pekerja perempuan untuk menuju “satu tujuan” yakni tujuan kedamaian
dan ketenangan dalam kerja. Kondisi yang demikian telah dicontohkan oleh para
pekerja di area pembuatan genting Sokka Kebumen, yang berupaya menciptakan
keharmonisan kerja terutama kepada para pekerja perempuan dengan menggunakan
pendekatan pendidikan kedamaian (peace education). Wujud upayanya adalah dengan
memaksimalkan peranan paguyuban. Sebab paguyuban menjadi media perekat
hubungan sosial yang tinggi antara para pekerja. Selain itu ada upaya keras dari para
perempuan pekerja itu sendiri untuk melestarikan budaya harmonisasi kerja yang
sejatinya sudah berjalan turun-temurun, yakni dengan cara Pertama, inkulkasi nilai
keharmonisan kerja kepada anak yang selalu diterapkan di rumah. Kedua,
penteladanaan nilai, yang ditunjukkan langsung oleh para perempuan pekerja pembuat
genting dengan cara membawa anak-anak mereka ke lokasi kerja. Ketiga,
Pengembangan budaya empati kepada anak-anak mereka. | en_US |
dc.description.abstract | Membangun keharmonisan kerja yang berbasis keadilan gender tidaklah mudah.
Memerlukan kesadaran dan kesepakatan bersama oleh para pekerja, baik pekerja lakilaki
maupun pekerja perempuan untuk menuju “satu tujuan” yakni tujuan kedamaian
dan ketenangan dalam kerja. Kondisi yang demikian telah dicontohkan oleh para
pekerja di area pembuatan genting Sokka Kebumen, yang berupaya menciptakan
keharmonisan kerja terutama kepada para pekerja perempuan dengan menggunakan
pendekatan pendidikan kedamaian (peace education). Wujud upayanya adalah dengan
memaksimalkan peranan paguyuban. Sebab paguyuban menjadi media perekat
hubungan sosial yang tinggi antara para pekerja. Selain itu ada upaya keras dari para
perempuan pekerja itu sendiri untuk melestarikan budaya harmonisasi kerja yang
sejatinya sudah berjalan turun-temurun, yakni dengan cara Pertama, inkulkasi nilai
keharmonisan kerja kepada anak yang selalu diterapkan di rumah. Kedua,
penteladanaan nilai, yang ditunjukkan langsung oleh para perempuan pekerja pembuat
genting dengan cara membawa anak-anak mereka ke lokasi kerja. Ketiga,
Pengembangan budaya empati kepada anak-anak mereka. | en_US |
dc.description.sponsorship | Universitas Muhammadiyah Yogyakarta | en_US |
dc.publisher | Universitas Muhammadiyah Purwokerto | en_US |
dc.subject | Keharmonisan kerja, Pekerja Perempuan, Genting Sokka, Pendidikan Kedamaian | en_US |
dc.title | UPAYA MENCIPTAKAN KEHARMONISAN KERJA PADA PARA PEREMPUAN PERKASA PEMBUAT GENTING SOKKA KEBUMEN DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN KEDAMAIAN (PEACE EDUCATION) | en_US |
dc.type | Article | en_US |