dc.contributor.advisor | AMRIYANTO, HUSNI | |
dc.contributor.author | SANDRIA, BARRY | |
dc.date.accessioned | 2019-04-15T01:56:57Z | |
dc.date.available | 2019-04-15T01:56:57Z | |
dc.date.issued | 2019-03-14 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/26050 | |
dc.description | Skripsi ini menjelaskan tentang faktor penyebab kegagalan pemerintah Myanmar dalam menerapkan doktrin the responsibility to protect oleh PBB pada krisis kemanusiaan Rohingya. Dengan menggunakan kerangka berpikir konstruktivisme dan speech acts, penelitian ini menemukan bahwa buruknya komitmen yang ditampilkan oleh aktor-aktor penting Myanmar telah menjadi hambatan dari proses penerapan R2P. Selain itu, aktor-aktor penting seperti Aung San Suu Kyi, Junta Militer dan kelompok mayoritas Budha nasionalis menggambarkan etnis Rohingya sebagai ancaman keamanan nasional, hal ini dianalisa melalui speech acts yang mereka tampilkan. Myanmar telah secara terus-menerus bersikap represif terhadap komunitas Rohingya dengan melakukan kekerasan sistemis dan operasi pembersihan. Dimana, praktik ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip doktrin the responsibility to protect yaitu untuk mempromosikan ide-ide tentang perlindungan terhadap populasi oleh negara. Prinsip-prinsip ini yang berada dibawah R2P telah diakui secara universal termasuk Myanmar. | en_US |
dc.description.abstract | This thesis explains about the causing factor of the Myanmar Government failure in the implementation of the Responsibility to Protect doctrine by United Nations in Rohingya humanitarian crisis. Using the theory of constructivist and the speech acts, this research findings proof that the lack of commitment represented by the Myanmar’s ruling class has become the barrier of the R2P implementation process. Besides of that, the ruling class such as Aung San Suu Kyi and the Junta, also the majority group of Buddha nationalist was portraying the Rohingya as a national threat, this was analysed through their speech acts. Myanmar has
continuously repressed the Rohingya community using a systemic violence and ‘clearance operation’. This practice was backlashing with the principles of the Responsibility to Protect which were to promote the idea of protection by the government toward its citizens. These principles under the responsibility to protect has universally recognized including by Myanmar. | en_US |
dc.publisher | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA | en_US |
dc.subject | Myanmar, United Nations, Rohingya Crisis, Humanitarian Crisis, Responsibility to Protect doctrine | en_US |
dc.title | FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN PEMERINTAH MYANMAR DALAM MENERAPKAN DOKTRIN THE RESPONSIBILITY TO PROTECT OLEH PBB PADA KRISIS KEMANUSIAAN ROHINGYA (2012-2017 | en_US |
dc.type | Thesis
SKR
FISIP
024 | en_US |