Show simple item record

dc.contributor.authorRIZQIAN, NUR ARY
dc.date.accessioned2016-09-23T02:35:01Z
dc.date.available2016-09-23T02:35:01Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/2619
dc.descriptionMeskipun situasi di Laut Cina Selatan menjadi pusat perhatian belakangan ini, isu tersebut sebenarnya bukan barang baru. Di awal 1990-an topik tersebut telah diperkirakan khususnya oleh para analis Amerika, akan menjadi konflik yang tak berkesudahan. Dilihat secara sepintas, situasi saat ini mungkin mirip dengan situasi pada era 1990-an. Akan tetapi, ketika diperhatikan dengan lebih mendalam, sangat jelas bahwa kondisi sebenarnya berbeda. Perubahan-perubahan besar telah terjadi di dalam hubungan Cina dan ASEAN, begitu pula di dalam sistem regional semenjak awal 1990-an. Secara keseluruhan, telah terbentuk suatu hubungan yang positif dan konstruktif di antara Cina dan ASEAN, khususnya di bidang ekonomi yang telah mengubah berbagai aspek menyangkut dinamika politik, ekonomi, sosial, dan keamanan di kawasan tersebut. Semua perubahan ini tidak bersifat sementara, tetapi akan terus-menerus mempengaruhi perilaku para pihak terhadap satu sama lain, termasuk di dalam lingkup konflik Laut Cina Selatan. Di awal 1990-an Cina menerapkan suatu strategi pasca Perang Dingin yang baru, bercirikan kebijakan “good neigbourhood” (bertetangga yang baik), yang bertujuan untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai model strategi bagi “kebangkitan Cina yang damai” (peaceful rise). Pada saat yang sama,. Pemulihan hubungan baik ini merupakan hal yang mendasar dalam memahami mengapa Cina dan ASEAN telah berupaya untuk memelihara hubungan mereka dalam cara yang konstruktif dan damai dan mengapa hubungan di antara Cina dan ASEAN tersebut telah berkembang menuju arah yang positif, termasuk di dalamnya mengenai Laut Cina Selatan.en_US
dc.description.abstractMeskipun situasi di Laut Cina Selatan menjadi pusat perhatian belakangan ini, isu tersebut sebenarnya bukan barang baru. Di awal 1990-an topik tersebut telah diperkirakan khususnya oleh para analis Amerika, akan menjadi konflik yang tak berkesudahan. Dilihat secara sepintas, situasi saat ini mungkin mirip dengan situasi pada era 1990-an. Akan tetapi, ketika diperhatikan dengan lebih mendalam, sangat jelas bahwa kondisi sebenarnya berbeda. Perubahan-perubahan besar telah terjadi di dalam hubungan Cina dan ASEAN, begitu pula di dalam sistem regional semenjak awal 1990-an. Secara keseluruhan, telah terbentuk suatu hubungan yang positif dan konstruktif di antara Cina dan ASEAN, khususnya di bidang ekonomi yang telah mengubah berbagai aspek menyangkut dinamika politik, ekonomi, sosial, dan keamanan di kawasan tersebut. Semua perubahan ini tidak bersifat sementara, tetapi akan terus-menerus mempengaruhi perilaku para pihak terhadap satu sama lain, termasuk di dalam lingkup konflik Laut Cina Selatan. Di awal 1990-an Cina menerapkan suatu strategi pasca Perang Dingin yang baru, bercirikan kebijakan “good neigbourhood” (bertetangga yang baik), yang bertujuan untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai model strategi bagi “kebangkitan Cina yang damai” (peaceful rise). Pada saat yang sama,. Pemulihan hubungan baik ini merupakan hal yang mendasar dalam memahami mengapa Cina dan ASEAN telah berupaya untuk memelihara hubungan mereka dalam cara yang konstruktif dan damai dan mengapa hubungan di antara Cina dan ASEAN tersebut telah berkembang menuju arah yang positif, termasuk di dalamnya mengenai Laut Cina Selatan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFISIPOL UMYen_US
dc.subjectCINA-ASEAN: REGIONALISME EKONOMI LAUT CINA SELATANen_US
dc.titleDINAMIKA HUBUNGAN CINA-ASEAN: REGIONALISME EKONOMI DI PERBATASAN LAUT CINA SELATANen_US
dc.typeThesis SKR FISIP 337en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record