dc.description.abstract | MRSA salah satu bakteri resisten yang berperan pada kejadian infeksi nosokomial, sehingga penting mendapat perhatian dalam penanganan, diiringi dengan upaya pencegahan dan pengendalian
Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) bakteri staphylococcus yang resisten terhadap antibiotika beta-lactams. termasuk penicillinase‐resistant penicillins (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan cephalosporin (Dellit et al., 2004).
Kemampuan bakteri resisten terhadap antibiotik dipengaruhi faktor internal dan eksternal terutama terkait dengan pemakaian AB yang tidak rasional dan perilaku yang memungkinan penyebarannya.. Faktor yang memberikan kontribusi sangat besar dalam meningkatkan kejadian MRSA adalah pengaruh dari penetapan dosis (90,4%), ketepatan pengobatan (90,2%), penyediaan antiseptik (84,9%), protap pemasangan kanula infus (74,6%) dan fasilitas cuci tangan (66.3%).(Wahyono, 2005)
Beberapa faktor yang berperan yaitu kurangnya penyediaan antiseptik, fasilitas cuci tangan, dan tidak digunakannya sarung tangan serta masker seperti pada standar prosedur rumah sakit.
Infeksi oleh bakteri resisten sangat sulit diterapi berakibat pada lama perawatan dan biaya pengbatan yang bertambah
Penegakan diagnosa infeksi dengan pemeriksaan penunjang laboratorium bermanfaat untuk penentuan terapi pasti dan berorientasi pada keselamatan pasien, selain penghematan biaya pengobatan. | en_US |