Show simple item record

dc.contributor.authorWIDIGDO, MOHAMMAD SYIFA AMIN
dc.date.accessioned2019-05-29T07:07:22Z
dc.date.available2019-05-29T07:07:22Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/26841
dc.description.abstractSebelum kita membahas tentang kisah Ibrahim, mari kita bertanya kepada diri sendiri. Apa ujian yang telah Allah berikan kepada kita. Kita sebagai pribadi, sebagai keluarga, sebagai bangsa, sebagai umat Islam, dan sebagai bagian dari umat manusia. Bagaimana respon kita terhadap ujian tersebut, apakah kuat dan sabar menghadapinya sebagaimana Ibrahim a.s.? Atau, kita menyerah, mengutuk Tuhan, dan menzalimi diri sendiri? Ketika serangkaian gempa melanda Pulau Lombok hari-hari ini, apakah kita memilih untuk marah kepada Tuhan, mengutuk pemerintah, dan menyalahkan masyarakat setempat yang perilakunya barangkali dianggap mendatangkan azab? Atau, kita bahu-membahu menjadikannya sebagai momentum solodaritas kemanusiaan, berlomba-lomba untuk membantu korban bangkit dan membangun Pulau Lombok kembali? Kalau kita memilih respon yang pertama atas ujian bencana alam tersebut, yakni menyalahkan pihak lain, tak ada waktu buat untuk bangkit lagi. Untuk menyiapkan diri menjadi keturunan Ibrahim yang dijanjikan Allah akan menjadi Imām (إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَاما), pemimpin. Karena kita memilih menjadi orang yang zalim, yang tidak mampu menempatkan sikap pada tempatnya. Sehingga janji Allah, janji untuk menjadikan keturunan Ibrahim a.s. sebagai pemimpin, tidak berlaku bagi kita. Mudah-mudahan kita tidak menjadi orang-orang yang punya sikap demikian. Demikian pula di penggal akhir tahun 2018 ini hingga April 2019 nanti, kita akan diuji dengan pergelaran Pemilu Presiden. Tahun politik yang sarat dengan kampanye yang saling menjatuhkan. Bagaimana sikap dan respon kita terhadap ujian ini? Apakah kita masih akan saling beradu fitnah, saling mencaci, memperalat jargon agama, dan menebar kebencian terhadap pihak lawan politik seperti di pemilu-pemilu sebelumnya? Atau, kita memilih untuk berkompetisi secara sehat, beradu data dan argumen untuk perbaikan bangsa, dan bahu-membahu untuk kemajuan bangsa di masa depan? Kalau kita tidak lulus ujian politik ini; masih saling mencaci dan memecah belah, tidak mustahil kita akan menjadi semakin terbelakang. Kita akan seperti negara-negara yang hancur akibat konflik sosial, politik, dan ideologis hanya karena perbedaan aspirasi politik. Mudah-mudahan tidak demikian. Oleh sebab itu, kita perlu belajar lagi dari kisah Nabi Ibrahim a.s. Beliau adalah nabi yang melahirkan generasi pemimpin tiga agama besar di dunia, Yahudi, Kristen, dan Islam. Nabi yang dapat menghadapi ujian yang diberikan kepadanya dengan baik, sehingga menempa pribadinya untuk menjadi dan melahirkan pemimpin hebat di masanya dan masa setelahnya. Kita dapat belajar tentang bagaimana memilih sikap yang tepat dalam menghadapi ujian. Sehingga, dengan sikap yang tepat itu, kita dapat menempa diri agar lebih kuat, bisa bangkit, dan menjadi atau melahirkan pemimpin-pemimpin hebat di kemudian hari. Kawah candradimuka atau medium penggemblengannya adalah ujian-ujian tersebut.en_US
dc.subjectKhutbah Idul Adha 2018en_US
dc.title“BELAJAR DARI NABI IBRĀHĪM SAW DAN KELUARGANYA”en_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record