Show simple item record

dc.contributor.advisorJUNAEDI, FAJAR
dc.contributor.authorRAMADHANI, KURNIASARI ALIFTA
dc.date.accessioned2019-09-02T04:00:35Z
dc.date.available2019-09-02T04:00:35Z
dc.date.issued2019-07-16
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/28555
dc.descriptionSepak bola Indonesia kembali diwarnai dengan kerusuhan antarsuporter dan memakan korban jiwa. Haringga Sirila, seorang suporter Persija Jakarta menjadi korban meninggal dunia karena kasus kerusuhan yang melibatkan Bobotoh suporter Persib Bandung dengan The Jakmania suporter Persija Jakarta pada lanjutan Liga 1 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada 23 September 2018. Kasus meninggalnya Haringga Sirila ini menambah daftar panjang kasus kerusuhan yang terjadi antara suporter Persib Bandung vs suporter Persija Jakarta. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana Surat Kabar Harian Jawa Pos, Kompas, dan Republika dalam memberitakan kasus meninggalnya Haringga Sirila ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Model analisis wacana kritis yang digunakan yaitu analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Kajian ini menganalisis teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosiokultural yang terdapat dalam suatu pemberitaan. Pada situasi sosiokultural yang ada di negara ini; adanya konglomerasi media di Indonesia, telah merambat dan mempengaruhi praktik produksi teks dan wacana berita. Sehingga bias pemberitaan pada suatu peristiwa seringkali terjadi. Pada hasil penelitian ini menemukan, bahwa wacana yang digulirkan oleh masing-masing media berbeda meski memberitakan peristiwa yang sama. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa pada pemberitaannya terkait kasus ini, Jawa Pos mengidentikkan diri dengan pihak suporter dan klub Liga 1. Jawa Pos seringkali menggulirkan wacana terkait dengan PSSI sebagai pihak yang banyak disorot dan perlu dibenahi. Republika mengidentikkan diri dengan masyarakat Indonesia yang memandang bahwa kasus kerusuhan ini merupakan tanggung jawab semua pihak terkait, tidak hanya klub yang terkait kerusuhan saja ataupun PSSI. Sedangkan Kompas dalam pemberitaannya, ia seringkali melangkah dengan hati-hati dan lebih memilih untuk fokus pada pencarian solusi pembenahan daripada harus menyudutkan salah satu pihak sebagai sumber permasalahan pada kasus ini.en_US
dc.description.abstractSepak bola Indonesia kembali diwarnai dengan kerusuhan antarsuporter dan memakan korban jiwa. Haringga Sirila, seorang suporter Persija Jakarta menjadi korban meninggal dunia karena kasus kerusuhan yang melibatkan Bobotoh suporter Persib Bandung dengan The Jakmania suporter Persija Jakarta pada lanjutan Liga 1 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada 23 September 2018. Kasus meninggalnya Haringga Sirila ini menambah daftar panjang kasus kerusuhan yang terjadi antara suporter Persib Bandung vs suporter Persija Jakarta. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana Surat Kabar Harian Jawa Pos, Kompas, dan Republika dalam memberitakan kasus meninggalnya Haringga Sirila ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Model analisis wacana kritis yang digunakan yaitu analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Kajian ini menganalisis teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosiokultural yang terdapat dalam suatu pemberitaan. Pada situasi sosiokultural yang ada di negara ini; adanya konglomerasi media di Indonesia, telah merambat dan mempengaruhi praktik produksi teks dan wacana berita. Sehingga bias pemberitaan pada suatu peristiwa seringkali terjadi. Pada hasil penelitian ini menemukan, bahwa wacana yang digulirkan oleh masing-masing media berbeda meski memberitakan peristiwa yang sama. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa pada pemberitaannya terkait kasus ini, Jawa Pos mengidentikkan diri dengan pihak suporter dan klub Liga 1. Jawa Pos seringkali menggulirkan wacana terkait dengan PSSI sebagai pihak yang banyak disorot dan perlu dibenahi. Republika mengidentikkan diri dengan masyarakat Indonesia yang memandang bahwa kasus kerusuhan ini merupakan tanggung jawab semua pihak terkait, tidak hanya klub yang terkait kerusuhan saja ataupun PSSI. Sedangkan Kompas dalam pemberitaannya, ia seringkali melangkah dengan hati-hati dan lebih memilih untuk fokus pada pencarian solusi pembenahan daripada harus menyudutkan salah satu pihak sebagai sumber permasalahan pada kasus ini.en_US
dc.publisherFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectSepak bola, Suporter, Wacana, Koranen_US
dc.titleKEMATIAN HARINGGA SIRILA DALAM WACANA PEMBERITAAN MEDIA (ANALISIS WACANA PEMBERITAAN KASUS HARINGGA SIRILA PADA SURAT KABAR JAWA POS, KOMPAS, DAN REPUBLIKA TANGGAL 26-30 SEPTEMBER 2018)en_US
dc.typeThesis SKR 506en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record