Show simple item record

dc.contributor.advisor
dc.contributor.authorNOFRIMA, SANNY
dc.date.accessioned2019-10-03T04:00:29Z
dc.date.available2019-10-03T04:00:29Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/29345
dc.descriptionDaerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman ,dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 yang menegaskan mengatur secara khusus pengisian jabatan dan urusan keistimewaan Yogyakarta. Dalam melakukan penelitiannya. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena penelitian ini ditunjukan secara garis besar merespon persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Mengenai Wacana dalam pengangkatan GKR Pembayun menjadi Puteri Mahkota Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Isu yang menjadi suatu polemic yang terjadi diberbagai kalangan sehingga menimbulkan pro dan kontra. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Kemudian untuk Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan dokumentasi, buku-buku dan wawancara, adapun bertujuan untuk menggambarkan meringkas berbagai kondisi. Wawancara yang dilakukan peneliti warga Muhammadiyah sebagai objek dan Aktivis. Hasil dari penelitian tentang persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Hasil Pertama, dalam perspektif institusional, Muhammadiyah DIY memandang bahwa wacana gubernur perempuan merupakan urusan internal keraton, Kedua, berbeda halnya dengan pandangan lembaga Muhammadiyah secara keseluhan, beberapa personal muhammadiyah mengangap bahwa persoalan gender dalam kepemimpinan keraton bukan masalah yang harus diperdebatkan. Ketiga, persepsi masyarakat Yogyakarta khusus nya beberapa kelompok aktivis yang menolak wacana gubernur perempuan melalui aksi demonstrasi dengan alasan melanggar dari sisi budaya, agama dan sisi hukum negara yang dimana jelas melanggar UUK.en_US
dc.description.abstractDaerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman ,dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 yang menegaskan mengatur secara khusus pengisian jabatan dan urusan keistimewaan Yogyakarta. Dalam melakukan penelitiannya. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena penelitian ini ditunjukan secara garis besar merespon persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Mengenai Wacana dalam pengangkatan GKR Pembayun menjadi Puteri Mahkota Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Isu yang menjadi suatu polemic yang terjadi diberbagai kalangan sehingga menimbulkan pro dan kontra. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Kemudian untuk Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan dokumentasi, buku-buku dan wawancara, adapun bertujuan untuk menggambarkan meringkas berbagai kondisi. Wawancara yang dilakukan peneliti warga Muhammadiyah sebagai objek dan Aktivis. Hasil dari penelitian tentang persepsi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wacana gubernur perempuan dalam Undang-Undang Keistimewaan pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-XIV/2016. Hasil Pertama, dalam perspektif institusional, Muhammadiyah DIY memandang bahwa wacana gubernur perempuan merupakan urusan internal keraton, Kedua, berbeda halnya dengan pandangan lembaga Muhammadiyah secara keseluhan, beberapa personal muhammadiyah mengangap bahwa persoalan gender dalam kepemimpinan keraton bukan masalah yang harus diperdebatkan. Ketiga, persepsi masyarakat Yogyakarta khusus nya beberapa kelompok aktivis yang menolak wacana gubernur perempuan melalui aksi demonstrasi dengan alasan melanggar dari sisi budaya, agama dan sisi hukum negara yang dimana jelas melanggar UUK.en_US
dc.publisherFISIP UMYen_US
dc.subjectPERSEPSIen_US
dc.subjectWACANAen_US
dc.subjectGUBERNUR PEREMPUANen_US
dc.subjectKEISTIMEWAANen_US
dc.titlePERSEPSI MUHAMMADIYAH DIY DALAM WACANA GUBERNUR PEREMPUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEISTIMEWAAN DIY PRA DAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/2016en_US
dc.typeThesis SKR FISIP 317en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record