Show simple item record

dc.contributor.advisor
dc.contributor.authorWULANDARI, HENY
dc.date.accessioned2019-10-03T04:13:44Z
dc.date.available2019-10-03T04:13:44Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/29348
dc.description“Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang telah dilakukan pada tahun 2017 ini merupakan momen penting untuk demokrasi di Indonesia. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serentak tahun 2017 telah diikuti 7 Provinsi, 18 Kota, dan 76 Kabupaten. Akan tetapi dari banyaknya daerah yang akan mengikuti pelaksanaan Pilkada, perhatian publik hanya tertuju pada Pilkada DKI Jakarta. Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi momen menarik karena banyak diwarnai dengan polemik berbau SARA, memunculkan pembelahan ideologi politik, dan intimidasi kepada warga Muslim agar tidak memilih pemimpin non-Muslim sehingga dapat memecah belahkan masyarakat Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk megetahui apa saja motif yang melatarbelakangi terjadinya pembelahan ideologi politik dan implikasi sosial pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research) yang kemudian akan di perkuat dengan wawancara. Adapun data primer adalah KPU Jakarta, detiknews.com, kompas.com, republika.co.id, tribunnews.com, dan liputan6.com serta wawancara mahasiswa/mahasiswi Jakarta yang berada di Yogyakarta. Data Skunder yang di peroleh berasal dari jurnal – jurnal dan buku – buku yang relefan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif penyebab konflik pada Pilkada DKI Jakarta 2017, yang diukur dengan indikator komunikasi, struktur, dan pribadi. Pertama, Indikator Komunikasi. Penyebab utama terjadinya pembelahan ideologi politik dan terjadinya konflik pada Pilkada DKI Jakarta 2017, karena salah satu calon gubernur DKI Jakarta (Ahok) memiliki komunikasi yang buruk saat berpidato di Kepulauan Seribu, pidatonya itu sendiri telah banyak menyakiti hati umat Muslim dan Ulama. Kedua, Indikator Struktur. FPI, MUI, dan (GNPF – MUI) melakukan aksi – aksi hingga 212 ini semata – mata hanya ingin memperjuangkan hak umat Muslim. Ketiga, pribadi. Unggahan video Buni Yani terkait Pidato Ahok Di Kepualan Seribu membuat kebencian di masyarakat. Lalu implikasi sosial yang di ukur dengan indikator lingkungan, indikator perilaku, indikator norma, indikator teknologi dan indikator keyakinan. Pertama, Indikator lingkungan. Adanya pengaruh kampanye berbau isu agama, dan melakukan sosialisasi secara door to door di masyarakat. Kedua, indikator Perilaku. Adanya pengaruh perilaku dari kedua calon kandidat yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam memilih calon gubernur DKI Jakarta 2017. Seperti Perilaku Ahok, yang terkesan kasar, blak – blakan dan tegas dan perilaku Anies yang lemah – lembut hingga tegas. Ketiga, norma. Dengan adanya peraturan pemerintah dan fatwa MUI membuat masyarakat semakin bingung untuk memilih calon gubernur DKI Jakarta. Keempat, teknologi. Banyaknya media masa dan media Online yang menyebarkan hoax Isu SARA saat Pilgub DKI Jakarta. Kelima, Keyakinan. Adanya pernyataan agama yang sangat kuat saat Pilgub DKI Jakarta 2017 dan dapat mempengaruhi masyarakat dalam memilih calon gubernur seagama. Dpembelahan ideologi politik pada Pilkada DKI Jakara 2017 membuat elektabilitas Ahok turun dari pada elektabilitas Anies. Dengan adanya masalah penistaan agama yang menyeret Ahok membuat Ahok kalah dalam Pilgub DKI Jakarta dan dengan adanya konflik ini juga membuat masyarakat Jakarta terpecah belah.en_US
dc.description.abstract“Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang telah dilakukan pada tahun 2017 ini merupakan momen penting untuk demokrasi di Indonesia. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serentak tahun 2017 telah diikuti 7 Provinsi, 18 Kota, dan 76 Kabupaten. Akan tetapi dari banyaknya daerah yang akan mengikuti pelaksanaan Pilkada, perhatian publik hanya tertuju pada Pilkada DKI Jakarta. Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi momen menarik karena banyak diwarnai dengan polemik berbau SARA, memunculkan pembelahan ideologi politik, dan intimidasi kepada warga Muslim agar tidak memilih pemimpin non-Muslim sehingga dapat memecah belahkan masyarakat Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk megetahui apa saja motif yang melatarbelakangi terjadinya pembelahan ideologi politik dan implikasi sosial pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research) yang kemudian akan di perkuat dengan wawancara. Adapun data primer adalah KPU Jakarta, detiknews.com, kompas.com, republika.co.id, tribunnews.com, dan liputan6.com serta wawancara mahasiswa/mahasiswi Jakarta yang berada di Yogyakarta. Data Skunder yang di peroleh berasal dari jurnal – jurnal dan buku – buku yang relefan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif penyebab konflik pada Pilkada DKI Jakarta 2017, yang diukur dengan indikator komunikasi, struktur, dan pribadi. Pertama, Indikator Komunikasi. Penyebab utama terjadinya pembelahan ideologi politik dan terjadinya konflik pada Pilkada DKI Jakarta 2017, karena salah satu calon gubernur DKI Jakarta (Ahok) memiliki komunikasi yang buruk saat berpidato di Kepulauan Seribu, pidatonya itu sendiri telah banyak menyakiti hati umat Muslim dan Ulama. Kedua, Indikator Struktur. FPI, MUI, dan (GNPF – MUI) melakukan aksi – aksi hingga 212 ini semata – mata hanya ingin memperjuangkan hak umat Muslim. Ketiga, pribadi. Unggahan video Buni Yani terkait Pidato Ahok Di Kepualan Seribu membuat kebencian di masyarakat. Lalu implikasi sosial yang di ukur dengan indikator lingkungan, indikator perilaku, indikator norma, indikator teknologi dan indikator keyakinan. Pertama, Indikator lingkungan. Adanya pengaruh kampanye berbau isu agama, dan melakukan sosialisasi secara door to door di masyarakat. Kedua, indikator Perilaku. Adanya pengaruh perilaku dari kedua calon kandidat yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam memilih calon gubernur DKI Jakarta 2017. Seperti Perilaku Ahok, yang terkesan kasar, blak – blakan dan tegas dan perilaku Anies yang lemah – lembut hingga tegas. Ketiga, norma. Dengan adanya peraturan pemerintah dan fatwa MUI membuat masyarakat semakin bingung untuk memilih calon gubernur DKI Jakarta. Keempat, teknologi. Banyaknya media masa dan media Online yang menyebarkan hoax Isu SARA saat Pilgub DKI Jakarta. Kelima, Keyakinan. Adanya pernyataan agama yang sangat kuat saat Pilgub DKI Jakarta 2017 dan dapat mempengaruhi masyarakat dalam memilih calon gubernur seagama. Dpembelahan ideologi politik pada Pilkada DKI Jakara 2017 membuat elektabilitas Ahok turun dari pada elektabilitas Anies. Dengan adanya masalah penistaan agama yang menyeret Ahok membuat Ahok kalah dalam Pilgub DKI Jakarta dan dengan adanya konflik ini juga membuat masyarakat Jakarta terpecah belah.en_US
dc.publisherFISIP UMYen_US
dc.subjectPEMBELAHAN IDEOLOGIen_US
dc.subjectPILGUB DKI JAKARTA 2017en_US
dc.subjectMOTIFen_US
dc.subjectIMPLIKASI SOSIALen_US
dc.titlePEMBELAHAN IDEOLOGI POLITIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA 2017: MOTIF DAN IMPLIKASI SOSIALen_US
dc.typeThesis SKR FISIP 012en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record