Show simple item record

dc.contributor.advisor
dc.contributor.advisorSUSWANTA, SUSWANTA
dc.contributor.authorNUGROHO, MADYA
dc.date.accessioned2019-10-14T02:38:13Z
dc.date.available2019-10-14T02:38:13Z
dc.date.issued2019-09-10
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/29677
dc.descriptionPermasalahan permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi masalah dan hambatan utama bagi pengembangan kota tak terkecuali di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta juga belum sepenuhnya terbebas dari problematika perkotaan, termasuk salah satunya adalah masalah permukiman kumuh. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah program yang dilaksanakan secara nasional yang menjadi “platform” atau basis penanganan kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya dan sumber pendanaan. Program lain yang dilakukan pemerintah yaitu Program EcoDistrict. Dalam perancangan EcoDistrict, penting memiliki gambaran proyek secara global, memahami keterkaitan serta sinergi antar atribut untuk mencapai tujuan. Berbeda dengan program Kotaku, program Ecodistrict ini hanya berfokus pada satu daerah yang akan ditangani. Atas dasar hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program penanganan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta tahun 2016-2018. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan cara pengambilan data dengan dua cara yaitu wawancara dan observasi dengan 1 narasumber dan berlokasi di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta. Hasil dari peneltian ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program kotaku sudah berjalan dengan baik sehingga dapat mengurangi luas permukiman kumuh yang ada walaupun secara bertahap. Adapun faktor yang menjadi pendukung dari program kotaku ini terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, kerjasama pemerintah kota dengan pihak lain dalam pencegahan kawasan kumuh dan kejelasan undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman. Fungsi keberhasilan tersebut terletak pada komunikasi. Komunikasi sangatlah penting agar semua pihak dapat mengetahui apa yang akan terjadi dalam pelaksanaan program penanganan dan pencegahan permukiman kumuh. Pada saat program tersebut berjalan dengan baik maka masyarakat dapat merasakan manfaatnya, mulai dari keadaan lingkungan yang rapih dan bersih, aman, harmonis dan berkelanjutan. Sedangkan untuk program Ecodistrict bisa dikatakan belum berjalan dengan maksimal dikarenakan masih berfokus pada satu daerah yang ditangani dan berfokus pada hasil (outcome) bukan pada cara (method). Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam program Ecodistrict ini juga terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu minimnya anggaran dalam pelaksanaan penanganan permukiman kumuh, rendahnya partisipasi masyarakat dalam penanganan dan pencegahan permukiman kumuh dan pola pikir masyarakat. Melihat kondisi sosial masyarakat di kawasan permukiman kumuh, perlu kiranya dilakukan upaya-upaya, berupa sosialisasi untuk memberikan pemahaman pada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa program Kotaku sudah sukses berjalan dikarenakan sudah ada hasilnya yaitu tingkat kawasan kumuh yang semakin berkurang dari tahun ke tahun secara bertahap. Namun untuk program Ecodistrict masih belum maksimal dikarenakan hanya berfokus pada satu daerah saja, cakupannya juga belum luas dikarenakan mencari potensi daerah yang akan dibangun dan dalam program Ecodistrict ini juga hanya berfokus pada hasil tidak mengedepankan proses atau cara. Sehingga program Ecodistrict ini belum banyak menarik minat masyarakat.en_US
dc.description.abstractPermasalahan permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi masalah dan hambatan utama bagi pengembangan kota tak terkecuali di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta juga belum sepenuhnya terbebas dari problematika perkotaan, termasuk salah satunya adalah masalah permukiman kumuh. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah program yang dilaksanakan secara nasional yang menjadi “platform” atau basis penanganan kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya dan sumber pendanaan. Program lain yang dilakukan pemerintah yaitu Program EcoDistrict. Dalam perancangan EcoDistrict, penting memiliki gambaran proyek secara global, memahami keterkaitan serta sinergi antar atribut untuk mencapai tujuan. Berbeda dengan program Kotaku, program Ecodistrict ini hanya berfokus pada satu daerah yang akan ditangani. Atas dasar hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program penanganan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta tahun 2016-2018. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan cara pengambilan data dengan dua cara yaitu wawancara dan observasi dengan 1 narasumber dan berlokasi di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta. Hasil dari peneltian ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program kotaku sudah berjalan dengan baik sehingga dapat mengurangi luas permukiman kumuh yang ada walaupun secara bertahap. Adapun faktor yang menjadi pendukung dari program kotaku ini terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, kerjasama pemerintah kota dengan pihak lain dalam pencegahan kawasan kumuh dan kejelasan undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman. Fungsi keberhasilan tersebut terletak pada komunikasi. Komunikasi sangatlah penting agar semua pihak dapat mengetahui apa yang akan terjadi dalam pelaksanaan program penanganan dan pencegahan permukiman kumuh. Pada saat program tersebut berjalan dengan baik maka masyarakat dapat merasakan manfaatnya, mulai dari keadaan lingkungan yang rapih dan bersih, aman, harmonis dan berkelanjutan. Sedangkan untuk program Ecodistrict bisa dikatakan belum berjalan dengan maksimal dikarenakan masih berfokus pada satu daerah yang ditangani dan berfokus pada hasil (outcome) bukan pada cara (method). Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam program Ecodistrict ini juga terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu minimnya anggaran dalam pelaksanaan penanganan permukiman kumuh, rendahnya partisipasi masyarakat dalam penanganan dan pencegahan permukiman kumuh dan pola pikir masyarakat. Melihat kondisi sosial masyarakat di kawasan permukiman kumuh, perlu kiranya dilakukan upaya-upaya, berupa sosialisasi untuk memberikan pemahaman pada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa program Kotaku sudah sukses berjalan dikarenakan sudah ada hasilnya yaitu tingkat kawasan kumuh yang semakin berkurang dari tahun ke tahun secara bertahap. Namun untuk program Ecodistrict masih belum maksimal dikarenakan hanya berfokus pada satu daerah saja, cakupannya juga belum luas dikarenakan mencari potensi daerah yang akan dibangun dan dalam program Ecodistrict ini juga hanya berfokus pada hasil tidak mengedepankan proses atau cara. Sehingga program Ecodistrict ini belum banyak menarik minat masyarakat.en_US
dc.publisherFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectImplementasi, Kotaku, Ecodistrict, Kota Yogyakartaen_US
dc.titleFAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PELAKSANAAN PROGRAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016-2018en_US
dc.typeThesis SKR 442en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record