Show simple item record

dc.contributor.authorISMAIL, GHOFFAR
dc.date.accessioned2016-09-28T01:26:02Z
dc.date.available2016-09-28T01:26:02Z
dc.date.issued2006
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/3147
dc.descriptionPenelitian ini menjelaskan perkembangan pemikiran para ulama mengenai konsep sariqah (pencurian). Perkembangan pemikiran yang dipotret adalah yang terjadi pada ulama klasik (salaf) dan ulama kontemporer (khalaf) dalam bidang pidana sariqah. Setelah menganalisis berbagai literature yang ada, ternyata pandangan ulama, baik salaf maupun khalaf mengenai konsep sariqah hampir sama. Memang terdapat perbedaan pada dua hal, tapi itu hanyalah pada sebagian kecil ulama yang tidak terlalu menggoyahkan struktur bangunan pidana sariqah. Dua perbedaan tersebut terdapat pada pembahasan; 1) nisab seorang pencuri untuk bisa dikenai sanksi potong tangan; dan 2) pelaksanaan potong tangan bagi masyarakat modern. Sebagian ulama khalaf menyatakan bahwa sanksi potong tangan itu harus dilaksanakan kepada pencuri tanpa mempertimbangkan jumlah barang yang dicuri (nishab). Hal itu karena ayat sariqah, secara umum menyatakan pencuri tanpa menyebut jumlah barang yang dicuri. Sementara itu mayoritas ulama memberi batasan barang yang dicuri (nishab) sebagai syarat seseorang bisa dikenai sanksi potong tangan, meskipun mereka berbeda mengenai besarnya batasan tersebut. Sedangkan pelaksanaan sanksi potong tangan pada masyarakat modern ini dipertanyakan sebagian pemikir Islam (ulama kontemporer). Bagainapun jenis sanksi tidak bisa dilepaskan dengan tradisi masyarakat. Ketika masyarakat berubah, maka untuk efektifitas hokum, sanksipun bisa berubah. Pemikiran semacam ini sangat ditentang oleh ulama lain, bahkan menjadi pemikiran yang janggal di kalangan ulama Islam.en_US
dc.description.abstractPenelitian ini menjelaskan perkembangan pemikiran para ulama mengenai konsep sariqah (pencurian). Perkembangan pemikiran yang dipotret adalah yang terjadi pada ulama klasik (salaf) dan ulama kontemporer (khalaf) dalam bidang pidana sariqah. Setelah menganalisis berbagai literature yang ada, ternyata pandangan ulama, baik salaf maupun khalaf mengenai konsep sariqah hampir sama. Memang terdapat perbedaan pada dua hal, tapi itu hanyalah pada sebagian kecil ulama yang tidak terlalu menggoyahkan struktur bangunan pidana sariqah. Dua perbedaan tersebut terdapat pada pembahasan; 1) nisab seorang pencuri untuk bisa dikenai sanksi potong tangan; dan 2) pelaksanaan potong tangan bagi masyarakat modern. Sebagian ulama khalaf menyatakan bahwa sanksi potong tangan itu harus dilaksanakan kepada pencuri tanpa mempertimbangkan jumlah barang yang dicuri (nishab). Hal itu karena ayat sariqah, secara umum menyatakan pencuri tanpa menyebut jumlah barang yang dicuri. Sementara itu mayoritas ulama memberi batasan barang yang dicuri (nishab) sebagai syarat seseorang bisa dikenai sanksi potong tangan, meskipun mereka berbeda mengenai besarnya batasan tersebut. Sedangkan pelaksanaan sanksi potong tangan pada masyarakat modern ini dipertanyakan sebagian pemikir Islam (ulama kontemporer). Bagainapun jenis sanksi tidak bisa dilepaskan dengan tradisi masyarakat. Ketika masyarakat berubah, maka untuk efektifitas hokum, sanksipun bisa berubah. Pemikiran semacam ini sangat ditentang oleh ulama lain, bahkan menjadi pemikiran yang janggal di kalangan ulama Islam.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFAI UMYen_US
dc.subjectSARIQAH (PENCURIAN), ULAMA KLASIK DAN KONTEMPORERen_US
dc.titleKONSEP SARIQAH (PENCURIAN) DALAM PERSPEKTIF ULAMA KLASIK DAN KONTEMPORERen_US
dc.typeWorking Paperen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • JURNAL
    Berisi tulisan dosen dalam yang telah dimuat dalam jurnal nasional maupun internasional yang tidak diterbitkan oleh UMY. Diharapkan menambahkan link dari jurnal yang asli dalam diskripsinya.maupun internasional

Show simple item record