dc.contributor.advisor | SOKOWATI, MURIA ENDAH | |
dc.contributor.author | PUTRI, ADINDA MUTIARA | |
dc.date.accessioned | 2020-03-05T03:48:27Z | |
dc.date.available | 2020-03-05T03:48:27Z | |
dc.date.issued | 2019-12-16 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/32344 | |
dc.description | Di Indonesia, media kerap menampilkan persoalan etnis, salah satunya yaitu sebuah film. Representasi etnis Jawa digambarkan dengan sosok berlatar belakang pas-pasan, ndeso, serta mudah dibodohi seolah menggambarkan keterbelakangan kehidupan etnis Jawa. Karakter etnis Jawa mudah teridentifikasi sebagai subjek yang terintimidasi.
Akhir-akhir ini mulai bermunculan film-film Indonesia berbahasa daerah, termasuk film berbahasa Jawa. Salah satu film berbahasa Jawa yang menuai kontroversi yakni Film Yowis Ben. Dirilis tanggal 22 Februari 2018, film yang disutradarai, ditulis, sekaligus diperankan oleh Bayu Eko Moektito (Bayu Skak) justru mendapatkan banyak komentar negatif. Alih-alih mampu membuat etnis Jawa dipandang superior seperti tujuan film ini dibuat, Bayu Skak justru terjebak dalam konstruksi yang dibangun kelompok dominan selama ini. Sehingga etnis Jawa tetap pada posisi inferior.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk representasi inferioritas etnis Jawa dalam Film Yowis Ben. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotika dari John Fiske, yang terbagi dalam tiga level yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Film Yowis Ben karya Bayu Skak produksi Starvision menjadi objek penelitian dalam penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Jawa pinggiran mengalami inferiority complex. Hal ini terbukti dari Bayu Skak yang menjadi masyarakat tersebut merepresentasikan etnis Jawa sudah kehilangan kepercayaan diri. Untuk menjadi superior, mereka harus menjadi pengikut kaum dominan, warga ibu kota, Jakarta. | en_US |
dc.description.abstract | Di Indonesia, media kerap menampilkan persoalan etnis, salah satunya yaitu sebuah film. Representasi etnis Jawa digambarkan dengan sosok berlatar belakang pas-pasan, ndeso, serta mudah dibodohi seolah menggambarkan keterbelakangan kehidupan etnis Jawa. Karakter etnis Jawa mudah teridentifikasi sebagai subjek yang terintimidasi.
Akhir-akhir ini mulai bermunculan film-film Indonesia berbahasa daerah, termasuk film berbahasa Jawa. Salah satu film berbahasa Jawa yang menuai kontroversi yakni Film Yowis Ben. Dirilis tanggal 22 Februari 2018, film yang disutradarai, ditulis, sekaligus diperankan oleh Bayu Eko Moektito (Bayu Skak) justru mendapatkan banyak komentar negatif. Alih-alih mampu membuat etnis Jawa dipandang superior seperti tujuan film ini dibuat, Bayu Skak justru terjebak dalam konstruksi yang dibangun kelompok dominan selama ini. Sehingga etnis Jawa tetap pada posisi inferior.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk representasi inferioritas etnis Jawa dalam Film Yowis Ben. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotika dari John Fiske, yang terbagi dalam tiga level yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Film Yowis Ben karya Bayu Skak produksi Starvision menjadi objek penelitian dalam penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Jawa pinggiran mengalami inferiority complex. Hal ini terbukti dari Bayu Skak yang menjadi masyarakat tersebut merepresentasikan etnis Jawa sudah kehilangan kepercayaan diri. Untuk menjadi superior, mereka harus menjadi pengikut kaum dominan, warga ibu kota, Jakarta. | en_US |
dc.publisher | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA | en_US |
dc.subject | Representasi, Etnis Jawa, Film, Yowis Ben, Starvision, Bayu Skak | en_US |
dc.title | REPRESENTASI REALITAS SOSIAL ETNIS JAWA PINGGIRAN DALAM FILM YOWIS BEN | en_US |
dc.type | Thesis SKR FISIP 812 | en_US |