dc.contributor.author | Musmuliadi, Musmuliadi | |
dc.date.accessioned | 2020-10-27T07:40:39Z | |
dc.date.available | 2020-10-27T07:40:39Z | |
dc.date.issued | 2020-06-20 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/35818 | |
dc.description | Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kisah kehidupan dan perjalan dakwah
nabi Musa dalam tafsir Ibnu Katsir; (2) mengetahui peroses pertemuan nabi Musa
dengan Allah; (3) mengetahui apakah Allah dapat dilihat oleh mata kepala makhluk di
dunia.
Jenis penelitian yang penulis gunakan di sini adalah penelitian kepustakaan
(library reseach) dengan pendekatan psikologi sufi. Pendekatan psikologi sufi
merupakan pendekatan dengan mempelajari dan memfokuskan pada tiga konsep dasar
psikologi sufi, yaitu hati, jiwa dan ruh.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini, dapat
penulis simpulkan sebagai berikut: (1) Pertemuan nabi Musa menurut pandangan
sufisme (para Arif Billahi ) adalah bisa terjadi dengan Nur mukhasyafah. Bahwa yang
dimaksud dengan melihat Allah bukan berarti melihat Dzat-Nya (bentuk rupa). (2)
Dikalangan sebagaian Ulama sufi terdapat keyakinan bahwa melihat Tuhan bisa terjadi
dengan pandangan mata batin yang mendapat nur dari Allah. (3) Firman Allah “engkau
tidak dapat melihatku” tidak bisa melihat Tuhan. Tetapi tidak berarti menutup
kemungkinan untuk dilihat dengan mata hati. Bila mata hati itu dilengkapi oleh Allah
dengan Nur-Nya yang kemudian disebut dengan “nurul bashirah” (cahaya pandangan
batin yang disebut (bashar) yang kemudian mata kepala sama sekali tidak berfungsi
termasuk tidak berfungsinya daya pikir dan seluruh kemampuan fisikal (jasmani) yang
oleh orang sufi digambarkan dengan fana dzauqy maka kondisi itulah terjadi melihat
Tuhan. (4) Pingsangnya nabi Musa disebabkan karena ketidakmampuannya melihat
Allah, dan ini bukan berarti Allah tidak bisa dilihat.(5) Tasbihnya Musa setelah sadar
menunjukkan kekurangan dan kelemahan Musa yang tidak mampu melihat Allah di
dunia, dan tidak semua yang bisa dilihat berarti tidak baik atau kurang. (6) Melihat
Allah di dunia tidak pernah dilihat dengan mata kepala baik oleh nabi Musa maupun
Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa salallam. Allah hanya bisa dilihat di dunia
dengan pandangan hati atau lewat mimpi sesuai dengan kapasitas keimanan dan
keyakinannya kepada Allah. Adapun pada hari kiamat kelak Allah akan dilihat oleh
seluruh makhluknya. Tetapi melihat allah yang hakiki menjadi tambahan kenikmatan
hanya bisa dirasakan oleh orang mukmin setelah mereka masuk surga. | en_US |
dc.description.abstract | Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kisah kehidupan dan perjalan dakwah
nabi Musa dalam tafsir Ibnu Katsir; (2) mengetahui peroses pertemuan nabi Musa
dengan Allah; (3) mengetahui apakah Allah dapat dilihat oleh mata kepala makhluk di
dunia.
Jenis penelitian yang penulis gunakan di sini adalah penelitian kepustakaan
(library reseach) dengan pendekatan psikologi sufi. Pendekatan psikologi sufi
merupakan pendekatan dengan mempelajari dan memfokuskan pada tiga konsep dasar
psikologi sufi, yaitu hati, jiwa dan ruh.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini, dapat
penulis simpulkan sebagai berikut: (1) Pertemuan nabi Musa menurut pandangan
sufisme (para Arif Billahi ) adalah bisa terjadi dengan Nur mukhasyafah. Bahwa yang
dimaksud dengan melihat Allah bukan berarti melihat Dzat-Nya (bentuk rupa). (2)
Dikalangan sebagaian Ulama sufi terdapat keyakinan bahwa melihat Tuhan bisa terjadi
dengan pandangan mata batin yang mendapat nur dari Allah. (3) Firman Allah “engkau
tidak dapat melihatku” tidak bisa melihat Tuhan. Tetapi tidak berarti menutup
kemungkinan untuk dilihat dengan mata hati. Bila mata hati itu dilengkapi oleh Allah
dengan Nur-Nya yang kemudian disebut dengan “nurul bashirah” (cahaya pandangan
batin yang disebut (bashar) yang kemudian mata kepala sama sekali tidak berfungsi
termasuk tidak berfungsinya daya pikir dan seluruh kemampuan fisikal (jasmani) yang
oleh orang sufi digambarkan dengan fana dzauqy maka kondisi itulah terjadi melihat
Tuhan. (4) Pingsangnya nabi Musa disebabkan karena ketidakmampuannya melihat
Allah, dan ini bukan berarti Allah tidak bisa dilihat.(5) Tasbihnya Musa setelah sadar
menunjukkan kekurangan dan kelemahan Musa yang tidak mampu melihat Allah di
dunia, dan tidak semua yang bisa dilihat berarti tidak baik atau kurang. (6) Melihat
Allah di dunia tidak pernah dilihat dengan mata kepala baik oleh nabi Musa maupun
Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa salallam. Allah hanya bisa dilihat di dunia
dengan pandangan hati atau lewat mimpi sesuai dengan kapasitas keimanan dan
keyakinannya kepada Allah. Adapun pada hari kiamat kelak Allah akan dilihat oleh
seluruh makhluknya. Tetapi melihat allah yang hakiki menjadi tambahan kenikmatan
hanya bisa dirasakan oleh orang mukmin setelah mereka masuk surga. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | MAGISTER STUDI ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA | en_US |
dc.subject | Pertemuan Nabi Musa | en_US |
dc.subject | Allah | en_US |
dc.subject | Psikologi Sufi | en_US |
dc.title | PERTEMUAN NABI MUSA AS DENGAN ALLAH SWT (Studi Psikologi Sufisme Kisah Musa dalam Tafsir Ibnu Katsir) | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |