Show simple item record

dc.contributor.authorNASRULLAH, NASRULLAH
dc.contributor.authorSARNAWA, BAGUS
dc.date.accessioned2016-09-30T02:29:07Z
dc.date.available2016-09-30T02:29:07Z
dc.date.issued2015-06-25
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/3851
dc.description.abstractPertanahan menjadi isu klasik namun tak pernah usang, apalagi lebih difokuskan pada persoalan konflik pertanahan. Upaya negara dan pemerintah sudah tak terhitung berupa jumlah kebijaka tentang model penyelesaian sengketa pertanahan. Namun konflik pertanahan semakin massif dan memakan korban harta dan jiwa yang semakin meningkat. Penelitian ini direncanakan dalam rentang 2 tahun dengan mengambil focus (1) mengevaluasi model penyelesaian konflik (PPK) pertanahan, (2) menjelaskan fator –faktor kegagalan model penyelesaian konflik pertanahan.Target khusus kesatu dan kedua merupakan produk yang diharapkan pada tahun pertama. Penelitian tahun pertama tersebut merupakan penelitian deskriptif yang akan dijadikan sebagai bahan untuk (3) membangun model baru penyelesaian konflik pertanahan berbasis prinsip good land governance dan ini sekaligus menjadi target khusus tahun kedua. Untuk mencapai target-target tersebut, penelitian ini pada dasarnya menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, dan dalam batas-batas tertentu juga menggunakan pendekatan kuantitatif, khususnya dalam penentuan subyek penelitian (responden), dan penggunaan teknik pengumpul data, misalnya selain menggunakan teknik baku pendekatan kualitatif (wawancara mendalam dan observasi), juga menggunakan angket yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif (survei), termasuk juga dalam teknis analisis data statistik. Sistem hukum dan kelembagaan tentang penyelesaian sengketa tanah yang berlaku saat ini merupakan lebih banyak secara subtantif warisan peninggalan pemerintahan hindia belanda, yang mendasarkan pada tujuan, paradigma, dan system prosedur yang kurang sesuai dengan alam kesadaran hukum bangsa Indonesia. Tujuan penguasaan agraria oleh dominasi negara atas rakyat, paradigma negara hukum sebagai instrument kekuasaan untuk menjaga kepentingan kekuasaan dan pendukung-pendukungnya atas penguasaan agraria menjadi cirri khlas hukum peninggalan belanda. HIR adalah salah satu produk tunggak system prosedur beracara yang berlaku untuk menyelesaian sengketa tanah. Terdapat ketentuan perundang-undangan dalam sector sumber daya alam dan pertanahan yang mengatur penyelesaian sengketa tanah, demikian pula dalam ketentuan konsitusi pasal 18 UUD 1945 dan Pasal 5 UUPA tentang pengakuan masyarakat adat dan segala hak-hak, namun penjabaran dan pelembagaan nilai-nilainya lebih jauh masih kurang dari cukup. Faktor kegagalan adalah berasal dari produk hukum yang belum responsive dengan tuntutan dan tingkat kesadaran hukum masyarakat, faktor kelembagaan yang barbasis nilai-nilai warisan colonial, kemampuan sektoral dan sekuler, berikut system prosedur model penyelesaian yang bersifat formalistis, birokratis, dan biaya yang tidak terjangkau. Faktor gap kesadaran hukum aparat pemerintah dan kesadaran hukum masyarakat yang berbasis dari nilai system yang berbeda. Pengembangan model system hukum yang berbasis kearifan local tidak lain adalah system hukum yang bertitik tolak dari nilai system hukum asli bangsa Indonesia. Sistem hukum adat Indonesia bertumpu pada konsep nilai-nilai kedaerahan yang ada di seluruh Indonesiaen_US
dc.language.isootheren_US
dc.subjectpengembangan, sengketa tanah, local wisdom, sistem hukumen_US
dc.titlePENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (INDIGENOUS WISDOM)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • JURNAL
    Berisi tulisan dosen dalam yang telah dimuat dalam jurnal nasional maupun internasional yang tidak diterbitkan oleh UMY. Diharapkan menambahkan link dari jurnal yang asli dalam diskripsinya.maupun internasional

Show simple item record