Show simple item record

dc.contributor.authorHARIYANTO, MUHSIN
dc.date.accessioned2016-10-17T23:12:12Z
dc.date.available2016-10-17T23:12:12Z
dc.date.issued2016-10-18
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/5192
dc.description.abstractDalam dunia pewayangan, kita kenal dua pribadi yang berseberangan: “Semar dan Togog”. ‘Semar’ – konon — dipilih oleh Tuhan sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (Pandawa), sedangkan ‘Togog’ diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk. Begitulah “takdir” yang mesti dijalani ‘Sang Togog’. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum Aristokrat Berwatak Culas dan Berhati Busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria ‘pinunjul’, ‘arif, santun, bersih, dan berwibawa.en_US
dc.publisherUNIRES UMYen_US
dc.subjectAKHLAKen_US
dc.titleMENCERMATI FENOMENA ‘SANG TOGOG’: “PRIBADI YANG TERPAKSA MELAWAN NURANI”en_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record