IMPLIKASI KEBIJAKAN PRESIDEN ERDOGAN TERHADAP KELOMPOK GULENISME PASCA KUDETA MILITER TURKI TAHUN 2016
Abstract
Semangat demokratisasi yang ada di Turki, di satu sisi merupakan peluang bagi Turki untuk meningkatkan citra dan pengaruhnya di kawasan. Menurut Altunışık (2005), ada tiga elemen penting dalam pengalaman Turki, yakni sekularisme, demokrasi dan pengaruh internasional. Ketiga elemen ini saling terkait dalam mempengaruhi pembentukan dan pengembangan pengalaman demokratisasi Turki dan identitas negara Turki sebagai salah satu negara demokratis di Timur Tengah. Awal sejarah Turki ditandai dengan adanya sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa KemalAtatürk . Proses sekularisme yang dilakukan oleh Atatürk pada masa itu memang mengundang kontroversi dari masyarakat yang sudah berada dalam kekuasaan Kesultanan Turki Usmaniyah yang terbiasa dengan hukum Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, sekularisme mulai menghadapi kritik dan tantangan seiring terjadinya proses demokratisasi di Turki pada pertengahan tahun 1950-an. Pada kurun 1960-1970, perpolitikan Turki mulai diramaikan oleh partisipasi dari gerakan-gerakan sosial masyarakat yang digerakkan oleh basis massa Islam konservatif. Ditengah-tengah upaya perebutan pengaruh Islam di Turki yang menganut paham Sekuler, muncullah seorang presiden yang memiliki spirit keislaman, yaitu presiden Erdogan. Namun, keberhasilan Erdogan dalam membangun Turki memberikan dampak positif maupun negative bagi kelangsungan nasional di internal Turki. Salah satu dampak positifnya adalah kini Turki telah bebas menggunakan simbol-simbol Islam sebagai identitas Turki, dan Erdogan hadir sebagai penakluk sekularimse Turki. Sedangkan dampak negatifnya adalah banyak pihak-pihak yang ingin menjatuhkan Erdogan, sampai mengakibatkan terjadinya kudeta militer Turki pada Juli tahun 2016.