dc.description | PENDAHULUAN
Upaya pelayanan kesehatan yang
mulai dijalankan sejak 1 Januari 2014 oleh
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan dan pelaksanaan upaya
pelayanan kesehatan global (health
coverage) dengan kepesertaan wajib bagi
seluruh rakyat Indonesia ini diharapkan
dapat memenuhi hak setiap warga negara
dalam mendapatkan kesehatan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
akan membayar kepada fasilitas kesehatan
tingkat pertama dengan sistem kapitasi dan
untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan dengan sistem paket Indonesia
Case Based Groups (INA-CBG’s).
Penerapan tarif paket INA-CBGs ini
menuntut manajemen rumah sakit untuk
mampu mengefisiensi biaya dan
mengoptimalkan pengelolaan keuangan
rumah sakit, serta melakukan kendali
mutu.¹
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 98 |
Di Indonesia angka persalinan sectio
caesarea juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2010, angka melahirkan
dengan metode sectio caesarea di
Indonesia sebesar 15,3%.² Mengacu pada
WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka
sectio caesarea standar antara 15 - 20%
untuk RS rujukan. Angka itu dipakai juga
untuk pertimbangan akreditisasi Rumah
Sakit.3 Rumah Sakit Umum Daerah
Panembahan Senopati Bantul adalah satu
diantara rumah sakit tipe B yang melayani
kesehatan masyarakat dan merupakan
rumah sakit lanjutan (rujukan). Data yang
didapatkan dari RSUD Panembahan
Senopati Bantul menunjukkan kasus
persalinan sectio caesarea pada tahun
2014 sebesar 36.30% dari 1742 persalinan
yaitu sebanyak 464 persalinan sectio
caesarea. Kemudian pada tahun 2015
jumlah persalinan sectio caesarea
meningkat menjadi 38.92% dari 1431
persalinan yaitu sebanyak 557 persalinan
sectio caesarea. Jumlah persalinan sectio
caesarea yang terus meningkat dari tahun
ketahun membuat RSUD Panembahan
Senopati Bantul harus menerapkan clinical
pathway pada rawat inap obstetrik dan
ginekologi untuk menjaga kendali mutu
dan kendali biaya. RSUD Panembahan
Senopati sudah memiliki clinical pathway
dan sudah mulai menerapkan penggunaan
clinical pathway untuk melakukan operasi
sectio caesarea di bangsal Alamanda.
Implementasi clinical pathways di
Indonesia mulai diperkenalkan kembali
sejak diwajibkannya akreditasi bagi rumah
sakit berdasarkan standar akreditasi KARS
(Komite Akreditasi Rumah Sakit) versi
2012 sebagai bagian dari upaya
menciptakan good clinical goverance.3
Dapat menjadi sarana dalam
meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit, meningkatkan keselamatan pasien
rumah sakit dan meningkatkan
perlindungan bagi pasien, masyarakat
serta sumber daya rumah sakit.¹ Di dalam
penerapan clinical pathway diperlukan
monitoring dan evaluasi terhadap
kesesuaian tahapan proses
pengembangan, kesesuaian aktivitas yang
diterapkan dengan perencanaan, dan
realisasi tujuan. Evaluasi terhadap
ketidaksesuaian penerapan harus
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
penyebabnya.4 Dengan adanya implementasi
CP SC pada unit rawat inap
obstetrik dan ginekologi di RSUD
Panembahan Senopati Bantul, maka perlu
dilakukan evaluasi implementasi CP pada
unit tersebut.
TINJAUAN LITERATUR
Clinical pathway adalah konsep perencanaan
pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan
kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan, standar asuhan keperawatan,
dan standar pelayanan tenaga kesehatan
lainnya, yang berbasis bukti dengan hasil
yang dapat diukur dan dalam jangka waktu
tertentu selama di rumah sakit clinical
pathway merupakan rencana multidisiplin
yang memerlukan praktik kolaborasi
dengan pendekatan tim, melalui kegiatan
day to day, berfokus pada pasien dengan
kegiatan yang sistematik memasukkan
standar outcome.5 Clinical pathway
merupakan suatu alur pelayanan klinik
sejak pasien masuk sampai keluar rumah
sakit. Populasi clinical pathway di
Indonesia masih sangat terbatas.6
Penerapan clinical pathways merupakan
sebuah pendekatan yang dapat digunakan
dalam rasionalisasi biaya tanpa
mengurangi mutu. Metode ini merupakan
model manajemen pelayanan kesehatan
yang telah banyak diterapkan rumah sakit
di berbagai belahan dunia. Pada tahun
2003 dilaporkan bahwa sebanyak 80%
rumah sakit di Amerika Serikat telah
menerapkan clinical pathway.7
Peningkatan angka sectio caesarea
terus terjadi di Indonesia. Meskipun dictum
“Once a Caesarean always a Caesarean”
di Indonesia tidak dianut, tetapi sejak dua
|99 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
dekade terakhir ini telah terjadi perubahan
tren sectio caesarea di Indonesia. Dalam
20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan
proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi
20%. Secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah
adalah sekitar 20-25% dari total persalinan,
sedangkan di rumah sakit swasta
jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30-
80% dari total persalinan.8 Sectio caesarea
adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram. Para ahli
kandungan atau para penyaji perawatan
yang lain menganjurkan sectio caesarea
apabila kelahiran melalui vagina mungkin
membawa resiko pada ibu dan janin.9
Alat yang baik untuk melakukan
evaluasi terhadap clinical pathway harus
mempunyai karakteristik sebagai berikut,
adanya komitmen dari organisasi, path
project management, persepsi mengenai
konsep dari pathway, format dokumen, isi
pathway, keterlibatan multidisiplin ilmu,
manajemen variasi, pedoman,
maintenance pathway, akuntabilitas,
keterlibatan pasien, pengembangan
pathway, dukungan tambahan terhadap
sistem dan dokumentasi, pengaturan
operasional, implementasi, pengelolaan
hasil (outcome) dan keamanan. Dari
kriteria tersebut saat ini ada dua instrumen
yang sering digunakan untuk melakukan
audit terhadap isi dan mutu clinical
pathway. Kedua instrumen tersebut adalah
The ICP Key Element Checklist dan The
Integrated Care Pathway Appraisal Tool
(ICPAT).10
ICPAT merupakan salah satu
instrumen yang sudah divalidasi dan dapat
digunakan untuk melakukan evaluasi dari
isi dan mutu ICP, yang terdiri dari 6 dimensi
yaitu, 11
1. Dimensi 1: Bagian ini memastikan
apakah formulir yang dinilai adalah
clinical pathways (CP). Maka langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah
untuk menilai apakah suatu guideline
yang akan kita nilai adalah CP atau
bukan.
2. Dimensi 2: Menilai proses dokumentasi
ICP. CP adalah formulir yang
digunakan secara aktual untuk
mendokumentasikan pelayanan atau
terapi yang diberikan kepada masingmasing
pasien. Dokumentasi ini
termasuk untuk mencatat kepatuhan
maupun ketidakpatuhan (variasi).
3. Dimensi 3 : Menilai proses
pengembangan CP sama pentingnya
dengan CP yang dihasilkan, karena CP
merupakan sebuah alat yang akan
digunakan untuk mengevaluasi
pelayanan atau terapi yang telah
diberikan dan untuk memperbaiki
pelayanan tersebut sehingga akan
melibatkan proses perubahan dalam
praktek sehari-hari.
4. Dimensi 4: Menilai proses implementasi
ICP. Definisi dari penerapan
(implementasi) CP adalah saat proses
pengembangan CP (termasuk uji coba)
telah selesai dilakukan dan tim yang
mengembangkan telah siap untuk
menerapkannya dalam praktek seharihari.
Dalam bagian ini pertanyaanpertanyaan
yang dibuat adalah untuk
memastikan efektifitas penerapan dan
penggunaan CP.
5. Dimensi 5: Menilai proses
pemeliharaan ICP. Salah satu faktor
sukses terpenting dalam penggunaan
CP adalah kegiatan untuk menjaga CP
yang mensyaratkan CP berfungsi
sebagai alat dinamis yang dapat
merespon masukan dari staf, pasien,
respon klinis, referensi terbaru
sehingga isi dan desain dari CP perlu
direview terus menerus.
6. Dimensi 6: Menilai peran organisasi
(RS). Peran organisasi merupakan
salah satu hal penting yang akan
mendukung proses pelaksanaan ICP.
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 100 |
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah mix method dengan desain studi
kasus. Data kualitatif diambil dengan
melakukan deep interview dan observasi
untuk mengeksplorasi implementasi clinical
pathway sectio caesarea terkait hambatan
selama pelaksanaan clinical pathway dan
rekomendasi guna perbaikan. Data
kuantitatif diambil secara deskriptif
sederhana dari dokumentasi clinical
pathway sectio caesare pada rekam medis
untuk mengetahui kepatuhan dalam
mengisi dan melengkapi lembar clinical
pathway sectio caesarea. Sampel
kuantitatif yang digunakan adalah seluruh
rekam medis tindakan operasi sectio
caesarea elektif dengan teknik
pengambilan total sampling. Sampel
kualitatif adalah Wakil Direktur, Kepala
bidang mutu, Dokter SMF Obstetri dan
Ginekologi, Kepala Bangsal dan Perawat
Pelaksana dengan teknik purposive
sampling (n=8).
Subjek penelitian adalah Wakil Direktur,
Kepala bidang mutu, Dokter SMF, Kepala
ruang bangsal Alamanda dan Perawat
pelaksana. Objek penelitian adalah clinical
pathway sectio caesarea, rekam medis,
dan proses implementasi clinical pathway
sectio caesarea di unit rawat inap bangsal
Alamanda RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Untuk mengecek keabsahan data
kualitatif peneliti menggunakan teknik
triangulasi yaitu mix it up. Mix it up adalah
teknik mengkombinasikan beberapa data
kuantitatif dengan kualitatif. Pada data
kuantitatif, form ICPAT tidak dilakukan uji
validitas dan reabilitas karena
menggunakan form ICPAT tervalidasi yang
biasa digunakan untuk penilaian clinical
pathway di United Kingdom.5
Analisis data kuantitatif dilakukan
dengan analisis deskriptif terhadap hasil
pengisian checklist ICPAT dan data diolah
dengan menggunakan program di
komputer untuk mendapatkan data mean,
median, frekuensi, serta pengelompokan.
Analisis Kualitatif dilakukan dengan
melakukan pengumpulan data. Kemudian
data-data yang telah didapat direduksi yaitu
dengan cara penggabungan dan
pengelompokkan data-data yang sejenis
menjadi satu bentuk tulisan sesuai
dengan formatnya masing-masing dengan
tahapan sebagai berikut, open coding yaitu
memberi nama dan membuat kategori,
axial coding yaitu menyatukan kembali
data-data setelah dilakukan open coding
dengan membuat hubungan antara
kategori, dan thema yaitu proses memilih
kategori inti secara sistematis. Tahap
terakhir adalah kesimpulan dimana
kesimpulan yang disajikan menjurus
kepada jawaban dari pertanyaan
penelitian yang didapat dari kegiatan
penelitian tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum RSUD Panembahan
Senopati Bantul
RSUD Penembahan Senopati adalah
rumah sakit negeri kelas B. Rumah sakit ini
mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah
sakit ini juga menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten.
Rumah Sakit Umum Dalam melaksanakan
tugasnya RSUD Panembahan Senopati
Bantul mempunyai fungsi yaitu, perumusan
kebijakan teknis di bidang pelayanan
rumah sakit, penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang pelayanan rumah sakit, pembinaan
dan pengendalian pelayanan rumah sakit,
dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan
oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Data Bangsal
Bangsal Alamanda bagian obstetrik dan
ginekologi memiliki ruang konsultasi dokter,
kamar jaga perawat, nurse station, ruang
untuk menyimpan linen, ruang perawatan
bayi, dan ruang rawat inap yang terdiri dari
|101 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
kelas utama, I, II, III. Setiap ruang kamar
rawat inap memiliki fasilitas umum seperti
kamar mandi dan wastafel. Bangsal
alamanda bagian obstetrik dan ginekologi
memiliki peralatan medis yang diantaranya
ada beberapa peralatan medis yang masih
kurang dari standar yang ditentukan.
Peralatan medis tersebut disebutkan dalam
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Sarana dan prasarana di bangsal Alamanda
No Nama Barang Tersedia
Kondisi
Baik
Kondisi
Rusak
Standar Kurang
1 TT Ibu 46 46 - 46 -
2 TT bayi 9 8 - 9 -
3 Tensimeter 3 2 1 4 2
4 Stetoskop biasa 2 2 - 4 2
5 Termometer 2 2 - 20 18
6 Gynecology set 1 1 - 1 -
7 Suction pump 1 1 - 2 1
8 Meja gyn 1 1 - 1 -
9 Rak Instrumen 3 3 - 5 2
10 O2 set 29 29 - 34 5
11 Syringpump 5 5 - 10 5
12 Stetosko Bayi 1 - - 2 1
13 Troly Obat 2 1 1 2 1
14 Emergency light - - - 4 4
15 Lampu periksa 1 1 - 2 1
16 Tiang infus 27 27 - 46 9
17 Set Heathing 2 2 - 8 6
18 Cateter Logam - - - 2 2
19 Nebulizer 1 1 - 2 2
20 Vena seksi set - - - 1 1
21 Kursi Roda 3 2 1 4 2
22 Timbangan
Bayi
1 1 - 1 -
23 Timbangan
Dewasa
1 - 1 2 2
24 Manometer 2 1 1 4 3
25 Tabung O2
portable
- - - 2 2
Sumber: Bangsal Alamanda RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2016
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 102 |
Setiap bulannya bangsal Alamanda
merawat lebih dari 300 pasien. Penelitian
ini melakukan evaluasi clinical pathways
sectio caesarea pada bulan Januari hingga
Februari 2016. Didapatkan data jumlah
pasien rawat inap di bangsal Alamanda
pada bulan Januari dan Februari 2016
yang disebutkan dalam tabel.
Tabel 2. Jumlah pasien, BOR dan LOS bangsal Alamanda Januari dan Februari 2016
Jumlah Pasien Jumlah
TT
Jumlah
Lama
dirawat
Jumlah
Hari
Perawatan
BOR LOS
L P Jumlah
Bangsal
Alamanda
Januari
2016
0 314 314 46 1188 802 56.24 4.07
Bangsal
Alamanda
Februari
2016
0 350 350 46 1242 930 69.72 3.88
Sumber: Rekam Medik RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2016
Hasil Evaluasi Integrated Clinical
Pathways Appraisal Tools (ICPAT)
Berdasarkan hasil pengisian checklist
ICPAT yang dilakukan oleh peneliti
berdasarkan hasil observasi diperoleh hasil
sebagai berikut.
Grafik 1. Hasil evaluasi ICPAT
Grafik batang diatas menjelaskan
enam dimensi ICPAT yang masing-masing
dimensi terdiri dari konten dan mutu. Dalam
literatur Claire Whittle, Linda Dunn, Paul
Mc Donald and Kathryn de Luc: Assesing
the content and quality of pathways (2008)
mengatakan bahwa penilaian ICPAT dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: apabila
didapatkan nilai >75% termasuk dalam
kriteria baik, moderate dengan nilai 50-
50%
21,70%
61,50% 60%
25%
100%
50%
25%
47%
100%
7,60%
66,67%
Apa Benar CP? Dokumentasi Proses
Pengembangan
Proses
Implementasi
Maintanance Peran Organisasi
Hasil Evaluasi ICPAT
Konten Mutu
|103 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
75%, dan kriteria kurang apabila
didapatkan nilai <50%. Dari hasil penelitian
pada dimensi 1bagian konten dan mutu
dapat dikategorikan dalam kriteria
moderate. Dimensi 2 bagian konten dan
mutu dikategorikan dalam kriteria kurang.
Pada dimensi 3 bagian konten
dikategorikan dalam kriteria moderate dan
dimensi 3 bagian mutu dikategorikan dalam
kriteria kurang. Dimensi 4 bagian konten
dikategorikan dalam kriteria moderate dan
dimensi 4 pada bagian mutu masuk dalam
kriteria baik. Dimensi 5 pada bagian konten
dan mutu dikategorikan dalam kriteria
kurang. Pada dimensi 6 bagian konten
dikategorikan dalam kriteria baik dan
dimensi 6 bagian mutu dikategorikan dalam
kriteria moderate.
Input
Struktur organisasi bangsal Alamanda
bagian obstetrik dan ginekologi di pimpin
oleh seorang kepala ruang. Metode asuhan
menggunakan model MPM (Method Primer
Modification) yang terbagi dalam 2 tim
dengan 2 Primary Nurse (PN) dimana
setiap Primary Nurse (PN) bertanggung
jawab 1 bangsal dan dikelola bersama
dengan bidan dan perawat dalam
pelaksanaan keperawatan, dibantu oleh 2
orang admin dan 3 asisten perawat yang
membantu tugas perawat dan bidan dalam
perawatan pasien sehari-hari. Bangsal
Alamanda merupakan bangsal khusus
obstetrik dan ginekologi dengan 29 tenaga
perawat dan tenaga bidan yang bertugas.
Jumlah tenaga kerja yang ada di bangsal
Alamanda bagian obstetrik dan ginekologi
akan dilampirkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3. Jumlah tenaga kerja bangsal Alamanda
Tenaga Kerja Jumlah
Dokter Spesialis Obstetrik dan Ginekologi 3 Orang
Residen 1 Orang
Kepala Ruang Alamanda 1 Orang
Perawat dan Bidan 28 Orang
Asisten Perawat 1 Orang
Administrasi 2 Orang
Dari data jumlah pasien yang dirawat,
jumlah tenaga kerja yang ada dan jumlah
tempat tidur yang dimiliki bangsal
Alamanda dilakukan perhitungan taksiran
kebutuhan tenaga kerja yang di butuhkan
bangsal Alamanda.
Tabel 4. Perhitungan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan bangsal Alamanda
Jumlah jam perawatan/ Efektif pasien/ Hari
KATEGORI PASIEN/HARI JAM
PERAWATAN
JUMLAH
Askep minimal 31 2 62
Askep sedang 18 3.08 55.44
Askep agak berat 5 4.15 20.75
Askep maksimal 0 6.16 0
JUMLAH 54 15.39
Jumlah Jam Perawatan / hari = 138.19
A = Jumlah Tenaga Keperawatan yang Bertugas
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 104 |
Jumlah jam perawatan per hari/ Jam kerja perawat per shift = 138.2/ 7 = 19.74
Orang
B = Jumlah Tenaga Keperawatan yang Libur (Loss Day)
(Jumlah hari libur minggu per tahun + Jumlah hari cuti + Jumlah hari libur besar
per tahun ) x A / Jumlah hari kerja efektif per tahun = 78 x 19.74/ 286 = 5.38
Orang
C = Tenaga Non Keperawatan
(A + B) x 25% = (19.74 + 5.38) x 25% = 6.28 Orang
Total Kebutuhan Tenaga Keperawatan Bangsal Alamanda
(A + B + C) + 1 Kepala Ruang = (19.74 + 5.38 + 6.28) + 1 = 32.41 = 32 Orang
Sumber: Laporan Tahunan Bangsal Alamanda RSUD Panembahan Senopati, 2016.
Dari hasil perhitungan beban kerja dan
kebutuhan tenaga kerja yang telah
dilakukan, didapatkan hasil bahwa
kebutuhan tenaga perawat sebanyak 24
petugas dimana jumlah tenaga
keperawatan perhari dibutuhkan sebanyak
19 orang dan dalam sehari 5 petugas
keperawatan yang libur. Jumlah tenaga
keperawatan yang dimiliki bangsal
Alamanda sebanyak 28 orang dan jumlah
tersebut dinilai cukup sesuai dengan
petugas yang ada saat ini. Namun jumlah
petugas non keperawatan yang dibutuhkan
sebanyak 6 orang dan bangsal Alamanda
baru memiliki 3 orang petugas non
keperawatan. Selanjutnya dilakukan
wawancara untuk mengetahui persepsi
terhadap clinical pathway sectio caesarea
adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil wawancara tentang persepsi terhadap clinical pathway sectio caesarea
Axial Tema
1. Sebuah guideline atau
panduan pelaksanaan
perawatan pasien.
2. Sebuah alur
pengobatan untuk
penyakit tertentu.
3. Tindakan komprehensif.
4. Digunakan sebagai
kendali mutu.
Clinical pathways merupakan sebuah
guideline yang digunakan untuk sebuah
tindakan penyakit tertentu yang dilakukan
secara komprehensif dari awal sampai pasien
pulang dengan fungsi sebagai kendali mutu
sehingga memberikan hasil perawatan optimal
kepada pasien.
1. Clinical pathways
penting untuk dilakukan.
2. Tindakan terencana
sebagai pengontrol.
3. Untuk kendali mutu dan
kendali biaya.
4. Mengoptimalkan hasil
perawatan kepada
pasien.
Clinical pathways penting dilakukan sebagai
pengontrol tindakan untuk kendali mutu dan
kendali biaya sehingga memberikan hasil
optimal untuk pasien
|105 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
Proses
Hasil wawancara mendalam yang
dilakukan peneliti kepada 8 responden
yang telah ditentukan untuk mengetahui
hambatan implementasi clinical pathway
selama ini didapatkan hasil yang dijelaskan
pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Kendala Implementasi clinical pathways sectio caesarea
Axial Tema
Pengetahuan :
1. Kurangnya kesadaran terhadap
pentingnya clinical pathways sectio
caesarea
2. Kurangnya keinginan untuk mendalami
tentang clinical pathways sectio
caesarea
3. Tidak diberikan sosialisasi secara
keseluruhan mengenai clinical pathways
sectio caesarea
Sikap :
1. Sulitnya menerapkan kedisiplinan
terhadap sesuatu yang baru dan sudah
disepakati.
2. Rendahnya kepatuhan dalam mengisi
formulir clinical pathways sectio
caesarea atau pendokumentasian
clinical pathways sectio caesarea
3. Dinilai sebagai tambahan beban kerja
bagi para staf
1. Kurangnya kesadaran
terhadap pentingnya clinical
pathways sectio caesarea
karena sosialisasi tidak
diberikan secara
komprehensif dan merata.
2. Rendahnya kepatuhan
pendokumentasian clinical
pathway sectio caesarea
karena dianggap sebagai
beban kerja tambahan bagi
para staf.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui
bahwa responden tidak secara langsung
mendapatkan sosialisasi sehingga untuk
mengetahui fungsi clinical pathway tersebut
belum secara utuh diketahui dengan baik.
Hal tersebut didukung oleh pendapat
responden 3 yang disampaikan pada saat
wawancara sebagai berikut:
“Selama saya disini kayaknya belum
pernah.”
Berdasarkan jawaban tersebut
menyatakan bahwa selama responden
bekerja di bangsal tersebut belum pernah
diadakanya sosialisasi secara keseluruhan
mengenai clinical pathway sectio caesarea.
Output
Hasil penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui kepatuhan dari
penggunaan clinical pathway sectio
caesarea di RSUD Panembahan Senopati
Bantul pada bulan Januari 2016 dan
Februari 2016 adalah sebagai berikut.
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 106 |
Grafik 2. Prosentase kepatuhan clinical pathways sectio caesarea bulan
Januari hingga Februari 2016
Berdasarkan hasil tersebut didapatkan
hasil bahwa yang patuh menggunakan
clinical pathway sectio caesarea sebanyak
18 (28,12%), sedangkan yang tidak patuh
dalam menggunkan clinical pathway
sebanyak 46 (71,88%) dari jumlah sampel
sebanyak 64 rekam medis. Hal ini didukung
dengan pendapat yang disampaikan oleh
responden 7 saat wawancara sebagai
berikut :
“Secara umum sih enda, ya itu karena
hanya apa namanya eee kendala dipengisian
aja. Semua tindakkan sudah dilakukan cuma
belum diisikan di yang di centang itu loh.”
Berdasarkan jawaban dari wawancara
menyatakan bahwa tindakan yang ada di
dalam clinical pathway sectio caesarea
sudah dilakukan dalam perawatan pasien
sectio caesarea, namun untuk
pendokumentasian masih sering tidak
dilakukan.
Pembahasan
Penilaian ICPAT dapat digunakan untuk
menilai sebuah clinical pathway. Penilaian
ICPAT dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: apabila didapatkan nilai >75%
termasuk dalam kriteria baik, moderate
dengan nilai 50-75%, dan kriteria kurang
apabila didapatkan nilai <50%.11
Clinical pathways atau juga dikenal
dengan nama lain seperti : critical care
pathway, integrated pathway, coordinated
care pathway, caremaps, atau anticipated
recovery pathway adalah sebuah rencana
yang menyediakan secara detail setiap
tahap penting dari pelayanan kesehatan,
bagi sebagian besar pasien dengan
masalah klinis (diagnosis atau prosedur)
tertentu, berikut dengan hasil yang
diharapkan.12 Tim Cochrane Review
mengidentifikasi setidaknya lima
karakteristik yang mendefinisikan clinical
pathways, yaitu menggambarkan sebuah
rencana multidisiplin terstruktur perawatan
yang meliputi beberapa kategori
perawatan, alur penjabaran pedoman atau
bukti ke dalam struktur lokal, detail
langkah-langkah dalam program perawatan
atau rencana pengobatan, jalur, algoritma,
pedoman, protokol atau persiapan dari
tindakan, menyediakan kriteria waktu
berbasis pada perkembangan (yaitu
langkah-langkah yang diambil ketika
kriteria yang ditunjuk terpenuhi),
standarisasi perawatan pada populasi
tertentu untuk masalah klinis khusus,
prosedur atau episode perawatan.13
Pada dimensi kedua menilai
dokumentasi clinical pathway merupakan
bagian atau seluruh catatan perawatan
pasien dan dokumentasi clinical pathways
ini juga bisa menjadi alat audit yang
18
46
Kepatuhan Penggunaan
CP SC
Patuh Tidak Patuh
|107 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
berguna untuk praktek klinis.14 Salah satu
tujuan utama implementasi clinical pathway
adalah untuk mengurangi beban
dokumentasi klinik.8 Clinical pathway
ditempatkan dalam catatan klinis pasien.
Catatan ini berisi informasi klinis penting
dengan cara yang mudah untuk
menyelesaikan dan untuk mengambil data
di kemudian hari misalnya untuk keperluan
audit, daftar periksa dari seluruh kegiatan
yang dilakukan dapat di centang dan hasil
tertentu akan dicatat dikotak yang telah
disediakan. Hal ini dapat menghasilkan
data penting yang lebih ringkas, lebih
mudah dibaca, ringkas, dan lengkap.15 Di
Inggris, clinical pathways digunakan terutama
untuk mengganti atau dapat di-integrasikan
ke dalam catatan pasien. 16,17
Clinical pathways digunakan untuk high
volume, high cost, high risk dan pada
kelompok pasien yang diprediksi tinggi.17
Mengingat banyak faktor lingkungan yang
dapat menjadi faktor penentu efektifitas
clinical pathways, organisasi kesehatan
harus mengevaluasi situasi institusional
mereka dengan cermat sebelum
menerapkan hal tersebut. Dalam beberapa
kasus menghilangkan hambatan untuk
memberikan perawatan yang lebih efektif,
yang sepertinya merupakan tujuan dasar
sebelum memulai pengembangan clinical
pathway.18
Implementasi clinical pathways adalah
saat proses pengembangan clinical
pathways termasuk uji coba telah selesai
dilakukan dan tim yang mengembangkan
telah siap untuk menerapkannya dalam
praktek sehari-hari. Dalam bagian ini pertanyaan-
pertanyaan yang dibuat adalah
untuk memastikan efektifitas penerapan
dan penggunaan clinical pathways. Karena
clinical pathways melibatkan tim kesehatan
dan menjadi bagian dari catatan pasien,
masalah rumah sakit dan dinamika tim
menjadi faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaannya.
Strategi evidence based yang digunakan
untuk menerapkan clinical pathways
mungkin tidak cukup untuk mendorong
penerapan clinical pathways karena
rumitnya merubah tingkah laku antara
penyedia layanan kesehatan dan dipersulit
oleh hambatan organisasi serta sistem
yang ada. Strategi terbaik untuk
menerapkan clinical pathway sebagian
besar tidak diketahui.19
Salah satu bagian dari implementasi
clinical pathway adalah memberikan
standar pada clinical pathway, bagian ini
menjelaskan dalam keadaan atau kondisi
seperti apa bisa mengobati pasien sesuai
dengan clinical pathway.20 Seperti hasil
penelitian terdahulu bahwa untuk
manajemen bisnis dari rumah sakit, clinical
pathway menyajikan instrumen manajemen
strategis yang juga berfungsi sebagai
instrumen untuk pengendalian biaya, dan
dapat berkontribusi untuk transparansi
dalam penyedia layanan.21 Selama fase implementasi
clinical pathways seorang case
manager adalah orang yang paling penting
dalam proses ini. Case manager bertugas
melakukan kunjungan bangsal setiap
harinya untuk memastikan bahwa semua
pasien mendapatkan pelayanan sesuai
dengan clinical pathways, melakukan pemeriksaan
kualitas dokumentasi dan case
manager mendorong kepatuhan dalam penggunaan
clinical pathways. Mereka
bekerja sebagai sistem pengendali
penghubung antara tim pengembangan,
komite clinical pathways dan staf di
bangsal yang menggunakan clinical
pathways.22
Salah satu faktor terpenting sukses
dalam penggunaan clinical pathways
adalah kegiatan untuk menjaga clinical
pathways yang mensyaratkan clinical
pathways berfungsi sebagai alat dinamis
yang dapat merespon masukan dari staf,
pasien, respon klinis, referensi terbaru
sehingga isi dan desain dari clinical
pathways perlu di review terus menerus.
Kelemahan pada proses pemeliharaan
karena kurang diperhatkan keterlibatan
pasien, kurang baiknya pelaksanaan
review dan audit dan kurangnya perhatian
terhadap perlindungan data.23 Selanjutnya
ketika tim meningkatkan kerjasama
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 108 |
mereka, dampak terhadap perawatan juga
akan meningkat.24
Keterlibatan semua staf yang
bersangkutan diperlukan untuk memastikan
tujuan tercapai, pada setiap tahap dari
penerapan, pelaksanaan dan pemeliharaan
clinical pathway.25 Keberhasilan
pelaksanaan clinical pathway sebagian
besar tergantung pada keterlibatan dan
investasi dari kedua penyedia layanan,
yaitu klinisi dan manajer.25 Kemudian
pendapat lain menambahkan bahwa
budaya organisasi dan karakteristik
memberikan konteks untuk memahami dan
memilih mekanisme perubahan yang paling
efektif. Inisiatif perbaikan harus fokus pada
kekurangan dalam aspek organisasi,
terutama pada koordinasi antara staf dan
antara fasilitas.27
Jumlah tenaga keperawatan yang ada
sudah sesuai dengan kebutuhan ruang
dengan kapasitas 46 tempat tidur. Bangsal
Alamanda juga memiliki 2 Primary Nurse
(PN) dengan pendidikan D IV kebidanan
dan D III kebidanan. Namun dari
perhitungan ketenagaan non keperawatan,
di bangsal Alamanda masih memiliki
kekurangan tenaga non keperawatan yang
saat ini hanya berjumlah 3 orang,
sedangkan dari hasil perhitungan
ketenagaan pada bagian tenaga non
keperawatan dibutuhkan sebanyak 6
orang. Sedangkan untuk kebutuhan dokter
spesialis obsgyn yang ada di RSUD
Panembahan Senopati Bantul sudah dapat
dikatakan sesuai standar sejalan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 56 tahun 2014 untuk
rumah sakit tipe B pelayanan medik
spesialis dasar masing-masing minimal 3
orang dokter spesialis.28
Hasil wawancara yang telah dilakukan
memberikan hasil bahwa implementasi
clinical pathways baru dilaksanakan sejak
kurang lebih 2 tahun. Keadaan ini
menggambarkan bahwa implementasi dari
clinical pathways masih terbilang baru dan
merupakan hal baru bagi staf baik dari
tenaga medis maupun tenaga kesehatan
yang terlibat. Masih sangat diperlukan
komitmen dari seluruh bagian yang terlibat
untuk tetap menjalankan implementasi
clinical pathways agar dapat berjalan
dengan baik dari segi dokumentasi,
penerapan, pengembangan dan evaluasi.
Karena sering sekali ditemukan bahwa
tindakan tersebut sebenarnya telah
dilakukan dalam perawatan kepada pasien,
namun tidak dilakukannya
pendokumentasian baik dalam clinical
pathways maupun pada rekam medis
pasien. Hasil penelitian yang telah
dilakukan berdasarkan dari hasil
wawancara ditemukan kendala yaitu
kurangnya pengetahuan terhadap
pentingnya clinical pathways karena
sosialisasi tidak diberikan dengan baik dan
rendahnya kepatuhan pendokumentasian
clinical pathway karena dianggap sebagai
beban kerja tambahan bagi para staf. Hasil
penelitian yang telah dilakukan yaitu
melakukan evaluasi kepatuhan
penggunaan clinical pathways sectio
caesarea hanya sebesar 18 (28,12%).
Masalah klasik yang menjadi hambatan
dalam penerapan clinical pathway adalah
sumber daya yang terbatas dan tingginya
beban kerja. 29 Selanjutnya dalam
penelitian tentang Evaluasi implementasi
clinical pathway pada pasien infark miokard
akut di RSUP DR. Cipto Mangunkusumo
Jakarta bahwa hambatan yang ditemukan
ada 27 dan didapatkan 6 hambatan yang
paling banyak dirasakan oleh petugas
dalam penerapan implementasi clinical
pathway infark miokard akut di RSCM,
yaitu: kurangnya sosialisasi kepada semua
staf tentang cara pengisian form clinical
pathways, tidak adanya dorongan bagi
petugas untuk mengekspresikan
pandangan mereka mengenai keuntungan
dan kesulitan penggunaan clinical pathway,
tidak adanya pertemuan rutin untuk
membahas perkembangan implementasi
clinical pathway, tidak dilakukan audit
terhadap kepatuhan penerapan clinical
pathway dan hasil audit tidak
dikomunikasikan kepada semua staf yang
terlibat, tidak ada pelatihan secara rutin
penggunaan clinical pathway untuk para
|109 | Yurni Dwi Astuti, Arlina Dewi, Merita Arini – Evaluasi Implementasi Clinical …
staf yang terlibat, dan tidak semua staf
menerima pendidikan secara tertulis
mengenai materi clinical pathway.30
Ada faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap keberhasilan pengembangan dan
pelaksanaan clinical pathway di umah Sakit
Wimerra Basis yaitu, memiliki manajemen
budaya risiko klinis ditetapkan di rumah
sakit, memiliki pendanaan yang cukup
untuk menunjuk seorang perawat senior
untuk mengkoordinasikan program ini,
untuk membayar staf yang ikut serta dalam
tim untuk pekerjaan tambahan, dan untuk
membayar staf pengganti untuk
melaksanakan tugas rutin, melibatkan tim
multidisiplin dalam pengembangan clinical
pathway, sehingga meningkatkan
komunikasi dan kerja sama tim antara
profesional kesehatan dari disiplin ilmu
yang berbeda serta memberikan
kepemilikan (ownership) atas masingmasing
clinical pathway kepada semua staf
yang memberikan pelayanan, melakukan
pencarian literatur untuk menentukan
praktek klinis terbaik untuk setiap kondisi
medis dan mengadaptasi berdasarkan
evidence base untuk kondisi lokal sebelum
memasukkan ke dalam clinical pathway,
merinci proses perawatan di setiap clinical
pathway dalam bentuk daftar periksa
(checklist) dan pengingat (reminder),
keterlibatan staf medis sebagai kunci awal
dalam proses pengembangan clinical
pathways dan menhagdirkan seluruh staf
medis untuk mengomentari individual
pathways sebelum pelaksanaannya
dilakukan, memasukkan clinical pathway ke
dalam rekam medis pasien dan
memastikan bahwa seluruh staf klinis telah
selesai memberikan perawatan, dan
memberikan feedback berkala tentang hasil
program clinical pathway untuk seluruh staf
klinis, kelompok klinis dan komite rumah
sakit yang sesuai.31
SIMPULAN
Dari hasil analisis data penelitian dan
pembahasan dapat diambil simpulan yaitu
pada aspek input dapat disimpulkan bahwa
formulir clinical pathway sectio caesarea
yang dinilai adalah benar sebuah clinical
pathway menurut standar penilaian ICPAT
dan pada bagian konten dan mutu
termasuk dalam kriteria moderate. Peran
organisasi rumah sakit pada aspek konten
masuk dalam kriteria baik, sedangkan
aspek mutu termasuk dalam kriteria
moderate. Kebutuhan tenaga perawat dan
dokter sudah sesuai dengan kebutuhan
tenaga yang diperlukan dan sudah sesuai
standar yang ada. Namun tenaga non
keperawatan masih kurang dari jumlah
kebutuhan. Pada aspek sarana dan
prasarana terdapat kekurangan alat medis
dalam hal kuantitas yang masih belum
sesuai dengan standar yang diperlukan.
Sedangkan dalam aspek proses dapat
disimpulkan bahwa dokumentasi clinical
pathway sectio caesarea sudah
dimasukkan kedalam rekam medis dengan
tingkat kepatuhan kelengkapan dokumen
28.12%, proses penyusunan clinical
pathways sectio caesarea sudah disusun
bersama tim dan profesi kesehatan lainnya
yang terlibat didalamnya, sosialisasi clinical
pathway sectio caesarea tidak dilakukan
secara merata dan komprehensif dan ada
program untuk melakukan evaluasi clinical
pathways, namun evaluasi tersebut tidak
dilakukan secara rutin berkala dan belum
mengahasilkan perbaikan yang optimal.
Hambatan yang dirasakan dalam
implementasi clinical pathways sectio
caesarea adalah kurangnya kesadaran
terhadap pentingnya clinical pathways
karena sosialisasi tidak diberikan secara
merata dan komprehensif serta rendahnya
kepatuhan pendokumentasian clinical
pathway sectio caesarea yang dianggap
sebagai beban kerja tambahan bagi para
staf.
Saran penelitian adalah perlu dilakukan
upaya perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang sudah teridentifikasi
dalam penelitian ini yaitu, perlu dilakukan
sosialisasi tentang clinical pathway sectio
caesarea secara periodik dengan
pendekatan individual yang lebih baik agar
setiap profesi yang terkait mengerti
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2), 97-111 | 110 |
pentingnya dan fungsi dari implementasi
clinical pathway sectio caesarea, perlu
dilakukan pengkajian ulang atau review
konten, dan desain clinical pathway sectio
caesarea yang telah ada, perlu mengkaji
ulang peran dan fungsi serta merumuskan
jumlah case manager yang sebelumnya
telah ada untuk mengawasi jalannya
implementasi clinical pathway sectio
caesarea, selanjutnya diperlukan audit
medik maupun audit keperawatan untuk
mengevaluasi kualitas pelayanan di
bangsal Alamanda pada kasus sectio
caesarea, dibutuhkan monitoring dan
evaluasi lebih lanjut dan berkala terhadap
clinical pathway sectio caesarea dan
standar pelayanan minimal sebagai upaya
perbaikan mutu layanan secara | en_US |