BATIK DENGAN PEWARNA ALAMI DI KABUPATEN SLEMAN
Abstract
Batik Indonesia sudah dikukuhkan oleh Unesco sebagai warisan budaya
dunia dan Yogyakarta dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia oleh Dewan Kerajinan
Dunia (World Craft Council/WCC), pada peringatan 50 tahun organisasi tersebut di
Dongyang, Provinsi Zhejiang, Tiongkok, pada 18--23 Oktober 2014. Hal ini
menunjukkan bahwa batik sudah mendunia. Tingkat pemakain batikpun sangat
tinggi, tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi para wisatawan mancanegara juga
banyak yang membeli batik untuk souvenir malah batik juga sudah menjadi produk
ekspor. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah kunjungan wisata
yang mengandalkan batik sebagai cinderamata utama.
Produksi batik di DIY cukup tinggi sehingga menimbulkan permasalahan
lingkungan terutama dalam pembuangan limbahnya. Proses pembuatan batik ini akan
merugikan atau mengganggu lingkungan alam sekitar, seperti tumbuh-tumbuhan dan
hewan bahkan juga hewan ternak. Gangguan lingkungan tersebut berdasarkan pada
zat-zat atau bahan kimia yang dikeluarkan pada akhir proses pembuatan batik
tersebut. Dengan melihat kondisi tersebut mulai terpikirkan oleh masyarakat
pengrajin batik untuk menggunakan pewarna alami.
Penggunaan pewarna alami ini belum begitu populer dan masih pada taraf uji
coba, tetapi Ibu Rini Kartika dan Ibu Tanti Syarif sudah mulai memperkenalkan
produk ini ke pasaran. Persoalan utama tentu saja berkaitan dengan pemasaran dan
tata kelola pengembangan batik pewarna alami ini. Dengan melalui program IbPE ini
diharapkan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun dapat menjadikan batik pewarna alami
sebagai produk ekspor atau dapat dipasarkan di wilayah-wilayah kunjungan
wisatawan mancanegara.
Pada tahap sekarang ini telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain:
mitra dan komunitasnya telah memperoleh pelatihan manajemen ekspor/perdagangan
internasional, proses pengurusan aspek legalitas, upgrade showroom, bantuan dan