BENARKAH ADA BID’AH YANG TERPUJI?
Abstract
Inilah kerancuan yang sering didengung-dengungkan oleh sebagian orang bahwa tidak semua ‘bid’ah’ itu sesat, namun ada sebagian yang terpuji, yaitu: “bid’ah hasanah.”
Memang kami akui bahwa sebagian ulama ada yang mendefinisikan bid’ah (secara istilah) dengan mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang tercela dan ada yang terpuji karena bid’ah menurut mereka adalah segala sesuatu yang tidak ada di masa Nabi [Muhammad] shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i dari Harmalah bin Yahya. Beliau rahimahullâh berkata,
الْبِدْعَة بِدْعَتَانِ: مَحْمُودَة وَمَذْمُومَة
“Bid’ah itu ada dua macam yaitu bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela.” (Lihat, Hilyah al-Awliyâ’, juz 9, hal. 113, Dâr al-Kitâb al-‘Arabiy, Beirut-Asy-Syâmilah dan lihat juga, Fath al-Bâri, juz XX, hal. 330, Al-Maktabah Asy-Syâmilah)
Pembagian bid’ah semacam ini membuat pemahaman sebagian orang rancu dan salah paham. Akhirnya sebagian orang mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang baik (bid’ah hasanah) dan ada yang tercela (bid’ah sayyi’ah). Sehingga untuk sebagian perkara bid’ah seperti 'Tahlilan dan Yasinan" dengan tata-cara tertentu yang seolah-olah menjadi bagian dari ibadah (mahdhah) atau Shalat Nishfu Sya’ban yang tidak ada dalilnya atau 'pendalilannya' kurang tepat; mereka membela bid’ah mereka ini dengan mengatakan ‘Ini kan bid’ah yang baik (bid’ah hasanah)’.
Padahal kalau kita lihat kembali dalil-dalilnya, baik dari sabda Nabi [Muhammad] shallallâhu ‘alaihi wa sallam maupun perkataan sahabat, semua riwayat yang ada menunjukkan bahwa bid’ah itu tercela dan sesat. Oleh karena itu, perlu sekali pembaca sekalian mengetahui sedikit kerancuan ini dan jawabannya agar dapat mengetahui ‘hakikat bid’ah’ yang sebenarnya.