TRANSFORMASI HABITUS DAN KAPITAL DARI KIAI KE POLITISI : KASUS BUPATI BANGKALAN
Abstract
PENGARUH HABITUS DAN KAPITAL
DALAM KEMENANGAN KIAI BLATER SEBAGAI BUPATI1
Tunjung Sulaksono, Suswanta2
Salah satu masalah penting dan menarik pasca Orde Baru adalah maraknya keterlibatan elit agama dalam politik praktis. Era reformasi memberi peluang yang sama kepada semua pihak untuk terlibat dalam politik, termasuk kiai. Kiai yang sebelumnya hanya menjadi pemain belakang, sekarang menjadi pemain depan bahkan ada yang terpilih menjadi pemimpin politik (political leader). Sebagai aktor yang memiliki kharisma dan basis massa, maka kiai memiliki peran strategis jika menjadi pemain politik. Pergeseran fokus kajian llmu pemerintahan dari government ke governance membawa implikasi masuknya kiai sebagai bagian elemen society menjadi aktor pemerintahan. Penelitian ini dilandasi oleh ketidakpuasan terhadap penjelasan-penjelasan yang ada tentang penelitian tindakan politik kiai. Dengan meminjam konsep habitus, kapital dan arena Pierre Bourdieu, penelitian ini bertujuan untuk mencari perspektif baru tentang keterlibatan kiai dalam politik, dalam hal ini motivasi kiai terjun dalam politik dan faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilannya. Pijakan empiris studi di kabupaten Bangkalan karena bupati terpilih dibesarkan dalam tradisi dan komunitas kiai maupun blater. Kiai dan blater adalah dua rezim yang sama-sama memiliki legitimasi sosial kuat di Bangkalan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kiai blater menjadi bupati adalah lebih karena ingin memperluas lokus dan pengaruh politiknya, bukan pertimbangan amar ma‘ruf nahi munkar. Habitus sebagai blater lebih dominan pengaruhnya dibanding habitus kiai. Hal ini terlihat dari penggunaan semua cara dalam meraih maupun mempertahankan kekuasaannya.
Kata Kunci : Kiai, Blater, habitus dan Kapital