PEMBENTUKAN FORUM KERJASAMA EKONOMI INDONESIA-AFRIKA
Date
2016-12-01Author
AZIZAH, NUR
MAKSUM, ALI
SURWANDONO, SURWANDONO
JATMIKA, SIDIK
ANWAR, DJUMADI
WONOADI, GRACE LESTARIANA
RAMADHANI, MASYITHOH ANNISA
MUSLIKHATI, SITI
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika dan prospek ekonomi Afrika serta
merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Republik Indonesia terkait
langkah-langkah yang perlu diambil untuk mendukung pembentukan Forum Kerja Sama
Ekonomi Indonesia-Afrika (FKEIA). Secara spesifik, penelitian ini ingin memfokuskan
pada arti penting, strategi dan langkah-langkah membentuk FKEIA dalam mendukung
keberhasilan misi diplomasi ekonomi Indonesia di Afrika.
Indonesia memiliki beberapa potensi keunggulan yang bisa menjadi modal
penting untuk mendirikan FKEIA. Ada empat komponen penting yang menjadi modal
Indonesia untuk memperluas kerja sama dengan negara-negara Afrika di bawah payung
forum kerja sama Indonesia-Afrika. Empat komponen tersebut adalah (1) perdagangan,
(2) investasi, (3) pariwisata, dan (4) jasa. Selain itu, penelitian ini juga dilengkapi dengan
analisis forum kerja sama negara-negara lain dengan negara-negara Afrika misalnya
India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan Vietnam.
Dengan analisis tersebut, maka diperoleh sebuah pelajaran (lesson learned) yang bisa
menjadi parameter kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan Indonesia dalam
merealisasikan FKEIA (SWOT analysis).
Dengan segala beberapa keunggulan dan potensi yang dimiliki Indonesia, FKEIA
sangat direkomendasikan untuk segera direalisasikan. Antara signifikansinya adalah
terkait (1) dengan latar belakang sejarah Indonesia-Afrika; (2) terbukanya peluang
investasi di Afrika terutama sektor industri pupuk, budidaya pertanian, peternakan,
kehutanan sampai dengan pengelolaan hasil-hasi pertanian, peternakan, dan
kehutanan; dan (3) fakta bahwa Indonesia telah membangun sejumlah inisiatif untuk
memperkuat kerangka kerja sama bilateral dan New Asian African Strategic Partnership
(NAASP) yang harus dimaksimalkan dengan baik.
Adapun langkah-langkah prinsip yang perlu dipertimbangkan adalah: (1)
pembentukan FKEIA akan efektif dengan menggunakan pendekatan neo-liberalisme
karena lebih memberikan ruang bagi Indonesia dan negara Afrika untuk dapat
memaksimalkan peluang dan peran bersama-sama, memperkuat posisi tawar Indonesia,
memberikan gagasan tentang sejumlah faktor yang harus dikelola agar tercapai
integrative bargaining dalam skema yang terukur dan menjanjikan; (2) memperluas Indonesia-South Africa Business Forum (ISABF), dengan menjadikan template ISBAF
untuk sejumlah negara di Afrika, pembuatan forum ini dipergunakan untuk membangun
komunikasi antara stakeholder investasi Indonesia di Afrika dengan mitra investasi di
Afrika; (3) membuat konsorsium investor Indonesia untuk Afrika, untuk memutus
sejumlah keraguan dari calon investor untuk masuk ke Afrika dengan memberikan ruang
untuk tukar menukar informasi strategis dan teknis pengelolaan investasi secara
professional; dan (4) perlu dibuat forum transformasi pengetahuan, keahlian,
pembangunan yang diperuntukan untuk generasi muda di Afrika, dalam bentuk
pemberian beasiswa pendidikan, training, budaya, humaniter, sebagai modal sosial
untuk membangun diplomasi kebudayaan Indonesia di Afrika.
Sementara dalam konteks kelembagaan, penelitian ini merekomendasikan
bahwa bentuk kelembagaan FKEIA adalah (1) Summit FKEIA lima tahun sekali dan bisa
dipertimbangkan untuk “back-to-back” dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT); (2)
setiap pertemuan forum dihadiri oleh pemerintah Indonesia dan semua negara di wilayah
Afrika yang menjadi mitra Indonesia. Adapun secara spesifik bentuk kegiatannya adalah
(1) Summit, (2) Ministerial Conference, (3) Senior Officials Meeting, (4) Forum Bisnis,
dan (5) Forum Pendukung yang melibatkan misalnya: sektor perbankan, sektor Lembaga
Swadaya Masyarakat atau NGO (Non-Governmental Organization), dan media.
Akhirnya, penelitian ini merekomendasikan beberapa pokok yaitu: (1) FKEIA
melibatkan peran banyak pihak atau multi-stakeholders; (2) mengklasifikasikan peran
yang dijalankan dalam dua kelompok yaitu kelompok pengguna jasa dan penyedia jasa,
(3) perlunya dibentuk unit pengelola di bawah Kementerian Luar Negeri untuk masalah
bantuan luar negeri, (4) mengintegrasikan kerja sama Selatan-Selatan dalam skema
bantuan tersebut (Aid for trade), (5) promosi yang intensif melalui berbagai media, (6)
perlunya perluasan jaringan di organisasi internasional misalnya WTO, Bank Dunia dan
lain-lain, dan (7) pentingnya penguatan kerja sama bidang kemaritiman Indonesia-Afrika
selaras dengan kebijakan Poros Maritim Dunia Presiden Joko Widodo.