PANDUAN PELAKSANAAN PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Abstract
Pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia mempunyai tujuan yang
baik untuk menyehatkan masyarakat Indonesia secara komprehensif. Jaminan Kesehatan
Nasional memberikan dampak perubahan sistem kesehatan yang selama ini berjalan,
sehingga perlu disadari oleh Dokter Gigi di Indonesia agar dapat mengetahui konsep yang
seharusnya dijalankan dengan sistem JKN ini, yaitu:
1. Berubahnya paradigma sakit menjadi paradigma sehat menjadi dasar dalam pelayanan
kesehatan gigi dan mulut
2. Setiap Dokter Gigi wajib memahami tentang pelayanan kedokteran gigi primer dalam
sistem JKN, khususnya sistem pembayaran dengan kapitasi.
3. Setiap Dokter Gigi wajib meningkatkan mutu, manajemen pelayanan, manajemen
keuangan dalam penerapan kendali mutu dan kendali biaya.
4. Setiap peserta yang berkunjung ke tempat praktek dilakukan observasi kesehatan gigi
dan mulutnya (Risk Assessment) agar dapat ditentukan skor kondisi kesehatan gigi dan
mulutnya dan dikategorikan dalam kelompok tinggi/sedang/rendah.
5. Dokter Gigi perlu melakukan preventif dan promotif yg bersifat intervensi untuk kelompok
Tinggi/High Risk (H) sebagai prioritas utama untuk melakukan intervensi perubahan
kebiasaan yang masih belum sesuai.
6. Pelaksanaan upaya preventif pada kelompok tinggi/High Risk diharapkan dapat
menaikkan derajat kesehatan gigi dan mulut peserta yang menjadi tanggung jawabnya
(perlu dilaporkan sebagai keberhasilan bidang Kedokteran Gigi). Apabila banyak peserta
yang sehat maka akan mengurangi budget pengeluaran bahan medis habis pakai.
7. Perlu identifikasi daftar penyakit/List of Disease Spesialistik dengan menggunakan ICD
10 dan penyusunan tindakan bidang kedokteran gigi menggunakan ICD 9 CM yang akan
digunakan sebagai dasar penyusunan INA CBG`s bidang kedokteran Gigi.
8. Perlu persiapan dan penguatan PDGI Wilayah dan Cabang apabila JKN berjalan
menyeluruh di tahun 2019, yaitu:
a. Dalam proses Kredensialing: memberdayakan anggota dalam legalitas praktek,
dan standar sarana dan prasarana (mutu).
b. Pembagian kepesertaan: memberikan masukkan kepada BPJS agar pembagian
peserta sesuai dengan jumlah anggota di wilayahnya.
c. Pengaturan lokasi praktek: agar terjadi penyebaran yang merata di wilayah kerjanya
(Pemetaan/maping dan rekomendasi praktek).