dc.description.abstract | Softcore pornography menjadi jenis pornografi yang lazim ditemui dalam film Indonesia. Peredaran jenis pornografi ini bermula dari film-film Indonesia yang diputar di gedung bioskop yang mulai berani mempertontonkan adegan panas dalam scene-scene-nya. Di tahun 1988, film Pembalasan Ratu Laut Selatan yang dibintangi oleh Yurike Pratisca menggegerkan masyarakat, karena berani menampilkan adegan yang dikategorikan sebagai softcore pornography (Lesmana, 1995:5). Maraknya pornografi menyebabkan negara akhirnya memilih memberlakukan Undang-undang Pornografi, yang kemudian mengundang banyak kontroversi. Jauh sebelum ada kontroversi RUU Pornografi, di masa perang terhadap pornografi yang dilancarkan pemerintah di dekade 1970-an dan 190-an, sudah terjadi ketidaksamaan pendapat atas definisi pornografi yang diterapkan oleh penguasa di masa tersebut. Pemegang otoritas di masa tersebut nyaris selalu bersepakat untuk menggunakan pasal 282 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan bahwa pornografi adalah ”segala sajian – baik berupa tulisan, gambar, benda maupun peragaan – yang melanggar perasaan kesusilaan atau perasaan kesopanan, yang dapat merangsang nafsu birahi atau menimbulkan pikiran yang tidak senonoh pada seseorang normal yang hidup di masyarakat itu. Ketidaksepakatan tentang pornografi ini menjadikan penelitian tentang resepsi penonton terhadap film Indonesia yang bermuatan pornografi, sebagaimana penelitian tentang resepsi penonton terhadap pornografi dalam film Mafia Insyaf dan Rintihan Kuntilanak Perawan. Dengan menggunakan analisis resepsi diperoleh hasil sebagai berikut : Para informan cenderung berada dalam posisi negosiasi dengan menyatakan bahwa film Mafia Insyaf dan Rintihan Kuntilanak Perawan adalah film yang bisa dikategorisasikan seabgai softcore pormography. Dalam beberapa adegan mereka menyatakan bahwa adegan tersebut bukan adegan porno, namun dalam beberapa adegan yang lain mereka menyatakan bahwa film tersebut adalah film porno. Pandangan para informan ini memperlihatkan gejala dari remaja Indonesia kontemporer yang telah mengkonsumsi content porno dari media yang mereka konsumsi. Terakhir,Latar belakang para informan yang berasal dari kalangan santri dan abangan ternyata tidak jauh berbeda dalam resepsi yang mereka lakukan atas film Mafia Insyaf dan Rintihan Kuntilanak Perawan. | en_US |