MENGKOMPARASI TAX HOLIDAY PADA MASA PEMERINTAHAN RAJA UDAYANA DENGAN MASA PEMERINTAHAN JOKOWI: KAJIAN FILOSOFIS
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkomparasi tax holiday pada masa pemerintahan Raja Udayana dengan masa pemerintahan Jokowi, sehingga peneliti menggunakan metode interpretive fenomenologi. Raja Udayana atau nama lengkapnya Dharmmodayana Warmadewa adalah seorang raja penguasa pulau Bali dari wangsa Warmadewa yang memerintah pada tahun 983-1011 M. Pada tahun 933 Saka Raja Udayana menerbitkan Prasasti Batur yang berisi pemberian memberikan “tax holiday” kepada rakyat di desa Air Hawang. Temuan menunjukkan bahwa latar belakang kebijakan Raja Udayana dalam mengeluarkan kebijakan tax holiday adalah nilai-nilai lokal Bali yaitu nilai spiritual pawongan yang mengandung muatan saling asih, asah dan asuh antara raja dengan rakyatnya. Tax holiday diberikan kepada masyarakat desa Air Hawang yang diceritakan dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada tahun 933 Saka wakil-wakil desa Air Hawang menghadap raja Udayana dengan perantaraan pejabat Rakryan Asba, yaitu Dyah Manjak. Penduduk memohon pengurangan dan keringanan pembayaran pajak-pajak serta cukai-cukai tertentu karena kelemahan kondisi desanya. Setelah segala sesuatunya dipertimbangkan, akhirnya raja menyetujui permohonan wakil-wakil penduduk desa itu. Implikasinya adalah timbul rasa kepuasan bathin antara Raja dengan rakyatnya serta rasa manunggal antara raja dengan rakyatnya. Sedangkan konsep tax holiday yang disusun oleh Menteri Keuangan RI dilatarbelakangi oleh adanya persaingan untuk menarik para penanam modal baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang terjadi di kalangan negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia sendiri. Salah satu cara yang digunakan untuk menarik para investor tersebut adalah melalui pemberian insentif pajak melalui tax holiday. Jadi, tax holiday bertujuan untuk menarik investasi yang lebih besar, bukan untuk membebaskan Wajib Pajak yang tidak mampu membayar pajak