Implikasi Presidential Threshold terhadap Sistem Presidensiil di Indonesia
Abstract
Fokus kajian ini adalah telaah pro kontra penerapan presidential threshold dan implikasi dalam pemilu nasional serentak terhadap sistem presidensiil di indonesia. Politik hukum ketentuan presidential threshold terdapat dalam Pasal 5 Undang - undang No. 23 Tahun 2003, Pasal 9 Undang - undang No.42 Tahun 2008, dan yang saat ini berlaku adalah Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Presidential threshold tidak melanggar konstitusi/ bertentangan dengan UUD 1945, namun dengan adanya ketentuan ambang batas yang sangat tinggi dapat melanggar hak-hak konstitusional partai politik untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana dijamin konstitusi.
Idealnya sejak pemilu serentak diterapkan, maka ketentuan presidential threshold menjadi tidak relevan, pemilu serentak sejati bertujuan memberikan hak yang sama bagi partai politik peserta pemilu agar tidak terjadi lagi praktik dikotor partai politik (parpol) pengusung calon Presiden dan wakil presiden, misalnya deal-deal politik kursi menteri. Namun jika tetap diterapkan, maka dapat diterapkan sama dengan parliamentary threshold, yakni 4% sehingga masih dalam batas kewajaran konstitusi. Dengan ketentuan tidak diaturnya presidential threshold atau diatur dengan ketentuan 4%, maka akan muncul figur-figur alternatif yang menghiasi kontestasi Pilpres 2024, baik yang diusulkan partai besar maupun partai kecil dan bisa jadi figur alternatif tersebutlah menjadi pilihan rakyat. Namun, untuk penguatan pemerintahan presidensial, koalisi dapat dilakukan oleh Presiden/ Wapres setelah terpilih dalam Pemilu dengan mendesain kabinet pemerintahannya, disini Presiden dan partai pendukung pemerintahan dapat menerima pinangan partai politik lain untuk berkoalisi mendukung pemerintahan. Hal ini menjadi solusi, sebab presidential threshold tidak mampu mewujudkan koalisi strategis partai politik, banyak partai politik yang loncat (bergabung mendukung pemerintah) setelah calon presiden dan wakil presiden yang didukung kalah pada saat kontestasi.