TATA KELOLA PENYALURAN DANA BERBASIS BAGI HASIL PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Abstract
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia pada dasarnya
telah dimulai sejak tahun 1980 ketika sekelompok mahasiswa
Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan sebuah lembaga
keuangan mikro syariah dengan nama Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) yang beroperasi dibawah badan hukum koperasi (Yaya et al.,
2014). Saat ini, LKS jenis ini telah menyebar di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2010, telah terdapat 4.000 BMT yang didirikan dengan
melayani sekitar 3 juta pelanggan (Kompas, 2010). LKS tipe ini
didasarkan pada konsep keseimbangan antara fungsi bisnis (Tamwil)
dan fungsi sosial (Maal). Fungsi bisnis adalah dengan
menyelenggarakan aktivitas pendanaan dan pembiayaan yang seseuai
dengan syariah Islam, adapun fungsi sosial adalah dengan
mengumpulkan dan menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah kepada
yang berhak. Walaupun, masih popular dengan nama BMT, tetapi
kemudian fungsi sosialnya agak berkurang setelah dikeluarkannya
undang-undang Zakat tahun 2013 yang memberi batasan bahwa
hanya lembaga yang memiliki izin dari pemerintah yang boleh
melakukan pengumpulan dan penyaluran zakat.