TIROISME DAN PARADIPLOMASI DALAM PEMERINTAHAN ACEH
Abstract
Tiroisme adalah keyakinan, pemikiran dan cita-cita perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagaimana diajarkan oleh Tengku Hasan Tiro untuk menjadikan Bangsa Aceh yang merdeka dan bermartabat, yang terus hidup di dalam diri Bangsa Aceh. Ideologi politik yang menjiwai para pejuang bangsanya, kemunculannya selalu terpicu dengan konteks social yang melingkupinya. Sebagai suatu 'sistem ide', ideologi bersifat sosio-kognitif yang merupakan representasi bersama dari kelompok sosial, dan sebagai dasar dari self-image kelompok sosial tertentu. Ideologi juga berdimensi identitas, mengarahkan tindakan, tujuan, norma/nilai-nilai, dan sumber daya serta hubungannya dengan kelompok sosial lainnya (Jost et al., 2009) (Dijk, 2006). Seperti dinyatakan oleh Freeden (2006), bahwa ideologi politik akan mengalir dari seorang individu yang kuat kemudian meluas di tengah masyarakatnya (Freeden, 2006), Tiroisme pun muncul pertama kali sebagai pemikiran politik yang bersifat individual dari Tengku Hasan Tiro, lalu bersosialisasi dengan masyarakat Aceh yang sarat dengan penderitaan politik-psikologis akibat pengkhianatan pemerintah Republik Indonesia setelah Bangsa Aceh menunjukkan loyalitas dan pengorbanannya kepada RI sejak baru lahir, serta penderitaan lahir karena kesulitan ekonomi sementara kekayaan Bangsa Aceh dikuras mengalir ke Pulau Jawa.
Pasca Perdamaian sampai dengan akhir tahun 2018, Tiroisme tetap memiliki pengaruh yang signifikan dalam Pemerintahan Aceh dalam urusan-urusan tertentu seperti Lembaga Wali Nanggroe, Bendera/Lambang Aceh, dan Politik Paradiplomasi atau Kerjasama luar negeri dengan pihak asing.