dc.contributor.author | RAHMATULLAH, AZAM SYUKUR | |
dc.date.accessioned | 2023-03-31T07:25:56Z | |
dc.date.available | 2023-03-31T07:25:56Z | |
dc.date.issued | 2002 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/36570 | |
dc.description | Pesantren sebagai institusi berbasis religius selama ini dikenal sebagai lembaga yang membentuk karakter positif santri. Keberadaan pesantren menjadi ―pengharapan besar bagi khalayak ummat agar menjadi sarana yang mampu membentengi anak-anak dari pergaulan yang tidak bertanggung jawab. Pergaulan yang merusak, serta pergaulan tanpa pengembangan iman dan Islam. Pernyataan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa kekinian, banyak pergaulan-pergaulan remaja yang menjauhi aturanaturan yang syar‘i pergaulan bebas yang semakin menunjukkan kesesatan perilaku, dan tentu hal yang demikian menjadi ―media kecemasan bagi orang tua terhadap anak-anaknya. Oleh karenanya, dengan adanya pesantren diharapkan dapat menjadi jembatan bagi orang tua untuk membentengi putra-putrinya dari keburukan dan penyimpangan perilaku, demikianlah harapannya. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pesantren memang seolah-olah ―tanpa masalah dan ―tidak ada masalah dan pesantren ―benar-benar menjadi lembaga rujukan pembentukan akhlak yang tepat. Padahal sejatinya di pesantren itu sendiri banyak problemproblem kesantrian yang tetap harus diwaspadai. Hal ini dikarenakan jumlah santri yang begitu banyak dan mereka membawa sifat serta karakter sendiri-sendiri baik sebelum masuk ke dalam pesantren alias karakter dan pembiasaan bawaan dari rumah, atau juga karena pengaruh perkawanan yang salah di dalam pesantren. | en_US |
dc.description.abstract | Pesantren sebagai institusi berbasis religius selama ini dikenal sebagai lembaga yang membentuk karakter positif santri. Keberadaan pesantren menjadi ―pengharapan besar bagi khalayak ummat agar menjadi sarana yang mampu membentengi anak-anak dari pergaulan yang tidak bertanggung jawab. Pergaulan yang merusak, serta pergaulan tanpa pengembangan iman dan Islam. Pernyataan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa kekinian, banyak pergaulan-pergaulan remaja yang menjauhi aturanaturan yang syar‘i pergaulan bebas yang semakin menunjukkan kesesatan perilaku, dan tentu hal yang demikian menjadi ―media kecemasan bagi orang tua terhadap anak-anaknya. Oleh karenanya, dengan adanya pesantren diharapkan dapat menjadi jembatan bagi orang tua untuk membentengi putra-putrinya dari keburukan dan penyimpangan perilaku, demikianlah harapannya. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pesantren memang seolah-olah ―tanpa masalah dan ―tidak ada masalah dan pesantren ―benar-benar menjadi lembaga rujukan pembentukan akhlak yang tepat. Padahal sejatinya di pesantren itu sendiri banyak problemproblem kesantrian yang tetap harus diwaspadai. Hal ini dikarenakan jumlah santri yang begitu banyak dan mereka membawa sifat serta karakter sendiri-sendiri baik sebelum masuk ke dalam pesantren alias karakter dan pembiasaan bawaan dari rumah, atau juga karena pengaruh perkawanan yang salah di dalam pesantren. | en_US |
dc.publisher | Ahlimedia Press | en_US |
dc.title | PENDIDIKAN SPIRITUAL BERBASIS TASAWUF (UPAYA MEMINIMALISIR PERILAKU HOMOSEKSUAL KAUM SANTRI DI PESANTREN) | en_US |
dc.type | Book | en_US |