dc.description.abstract | Keberadaan instrumen hukum untuk penguatan hak-hak Penyandang Disabilitas di daerah masih sangat minim. Kebijakan publik masih meminggirkan hak-hak Penyandang Disabilitas. Isu Penyandang Disabilitas belum merupakan arus utama dari program, kegiatan, dan anggaran yang dibuat pemerintah. Penyandang Disabilitas belum sepenuhnya menjadi bagian dari arus utama pembangunan Kabupaten.
Kebutuhan instrumen hukum terkait hak-hak Penyandang Disabilitas sangat penting dan mendesak karena dapat memastikan adanya kebijakan kongkrit yang yang menjadi kebutuhan dari semua pemangku kepentingan dalam mewujudkan hak-hak Penyandang Disabilitas. Saat ini adalah momentum yang baik dalam rangka penguatan hak-hak Penyandang Disabilitas paska Indonesia mengesahkan Convention on the Rights of Persons With Disabilities (CRPD/ Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2011. Artinya kebijakan pemerintah di tingkat nasional maupun daerah harus sejalan dan senafas dengan isi, maksud, dan tujuan CRPD. Terkait dengan tindak lanjut pengesahan CRPD, pada tanggal 24 Mei 2012 Menteri Dalam Negeri telah mengirim Surat Nomor 461/1971/SJ yang ditujukan kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia. Melalui surat tersebut Menteri Dalam Negeri menginstruksikan agar Gubernur, Bupati dan Walikota segera menyusun Perda dalam rangka upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas dengan mengacu CRPD.
Pemerintah DIY, sebelum terbit Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 461/1971/SJ telah mengambil langkah cepat menyusun Perda yang mengacu CRPD, yakni Perda No 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Meskipun telah ada Perda DIY No 4 Tahun 2012, tetapi Perda terkait Penyandang Disabilitas di Kabupaten masih diperlukan. Perda DIY belum cukup komprehensif mengadopsi semua ketentuan dalam CRPD ke dalam rumusan regulasi yang dapat diterapkan dalam kebijakan di Kabupaten/ Kota. Perda DIY mempunyai keterbatasan dalam merumuskan materi regulasi yang akan diterapkan di Kabupaten karena terkait dengan pembagian urusan/ kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota.
Di samping itu, penyusunan regulasi di Kabupaten terkait Penyandang Disabilitas mempunyai pertimbangan strategis, yakni terdapat keragaman kebutuhan dan persoalan yang dihadapi Penyandang Disabilitas di masing-masing Kabupaten/ Kota sehingga memerlukan strategi dan pendekatan kebijakan yang lebih spesifik. Momentum ini merupakan kesempatan bagi pemerintah Kabupaten/ Kota untuk membuat inovasi kebijakan yang dilakukan sebagai percepatan upaya mewujudkan hak-hak Penyandang Disabilitas.
Kajian Akademik ini disusun sebagai kerangka pikir dan panduan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah dalam rangka penguatan hak-hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul. Naskah Akademik ini disusun berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Metode yang digunakan adalah yuridis normative dan yuridis empiris, yang menggabungkan studi pustaka yang menelaah data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, atau dokumen hukum lainnya, hasil penelitian lapangan, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. | en_US |