dc.description.abstract | PERAN SERTA INSTITUSI PENDIDIKAN DALAM MENEKAN ANGKA HAI’s DI RUMAH SAKIT
Oleh: Novita Kurnia Sari, Ns., M.Kep*
Tingginya angka HAI’s (Health care Associated Infections) mengakibatkan 1 dari 9 pasien yang dirawat di rumah sakit meninggal. Bahkan jumlah pasien yang meninggal akibat HAI’s merupakan akumulasi dari jumlah pasien yang meninggal akibat HIV/AIDS, kecelakaan kendaraan bermotor, dan kanker payudara. Sebegitu seriusnya sehingga HAI’s memerlukan penanganan yang serius pula dari semua pihak, mengingat HAI’s ini tidak hanya mengenai pasien namun semua orang yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan.
Institusi pendidikan juga harus ikut berperan serta dalam mengurangi angka HAI’s di rumah sakit, terutama ketika institusi tersebut menjadikan rumah sakit sebagai wahana praktik. Jangan sampai mahasiswa yang sedang belajar disana justru menjadi penyumbang tingginya angka HAI’s akibat ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan mengenai teknik pengendalian dan pencegahan infeksi yang baik dan benar.
Beberapa penelitian menyebutkan tidak adekuatnya pengetahuan dan praktik pencegahan serta pengendalian penyakit oleh mahasiswa praktik. Hanya 57% mahasiswa yang lulus kompetensi untuk pencegahan dan pengendalian infeksi. Angka kepatuhan cuci tangan mahasiswa hanya 40%. Insiden cidera jarum suntik dan benda tajam pada mahasiswa sekitar 40%-90%. Sepuluh persen mahasiswa terinfeksi TBC. Overuse penggunaan sarung tangan dan underuse penggunaan rub untuk cuci tangan.
Mengapa fenomena diatas dapat terjadi? Penulis mengidentifikasi setidaknya ada 3 faktor penyebab. Pertama, mahasiswa sepertinya masih “jet lag”. Materi-materi yang diajarkan saat kuliah masih belum “membumi”. Mahasiswa masih mencoba menerka apa yang akan mereka dapatkan selama praktik klinik. Alhasil, mereka hanya “terbengong-bengong” selama praktik karena tidak tahu harus melakukan apa. Apalagi jika ditambah dengan metode belajar selama di kuliah yang kurang inovatif sehingga mahasiswa sama sekali tidak dikenalkan dengan “real world” praktik pelayanan di rumah sakit. Kedua, tidak efektifnya role model bagi mahasiswa. Saat mahasiswa bingung harus melakukan apa ditambah saat praktik minim sekali role model yang dapat mereka dapatkan, maka lengkap sudah kebingungan mahasiswa. Ketiga, regulasi di rumah sakit yang digunakan sebagai wahana praktik untuk pengendalian dan pencegahan infeksi belum sepenuhnya dilaksanakan sehingga syarat minimal mahasiswa yang akan melakukan praktik belum sama. Mengingat, memang, standar pendidikan di Indonesia belum sama. Walaupun sudah ada regulasi yang menaunginya.
So, institusi pendidikan harus dan wajib ambil bagian dalam menekan angka HAI’s. Menurut penulis ada 4 hal yang dapat dilakukan. Pertama, institusi pendidikan harus menyediakan dan memfasilitasi metode belajar yang “real world” dan benar-benar menjamin mahasiswa sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah dan mengendalikan infeksi dengan adekuat. Institusi pendidikan juga wajib memproteksi mahasiswanya sebelum praktik klinik dengan vaksinasi dan profilaksis. Kedua, institusi pendidikan bekerjasama dengan rumah sakit mengadakan proyek kolaborasi. Proyek ini dapat berupa melibatkan mahasiswa dalam monitoring pencegahan dan pengendalian infeksi, praktisi pengendali infeksi di rumah sakit bersama dosen melakukan penelitian bersama maupun sharing knowledge, memberikan pelatihan bagi fresh graduate untuk menjembatani kesenjangan ilmu saat kuliah dan praktik, dan bersama-sama menyusun regulasi mengenai kompetensi mahasiswa pencegahan dan pengendalian infeksi. Ketiga, menyediakan role model yang efektif. Role model ini harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik, clinical leadership yang hebat, dan mendorong peer feedback. Yang terakhir, institusi pendidikan wajib membangun kesadaran dan komitmen mahasiswa akan pentingnya menekan angka HAI’s.
Pencegahan dan pengendalian infeksi akan berhasil jika semua pihak memberikan kontribusi optimal. Institusi pendidikan, rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya, dan mahasiswa harus ikut ambil bagian dalam keikutsertaan ini. Semakin rendahnya angka HAI’s menunjukkan semakin baiknya pelayanan kesehatan yang diberikan. Ini tanggung jawab besar kita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih.
*Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY. | en_US |