dc.description.abstract | Dalam dunia pewayangan, kita kenal dua pribadi yang berseberangan: “Semar dan Togog”. ‘Semar’ – konon — dipilih oleh Tuhan sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (Pandawa), sedangkan ‘Togog’ diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk. Begitulah “takdir” yang mesti dijalani ‘Sang Togog’. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum Aristokrat Berwatak Culas dan Berhati Busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria ‘pinunjul’, ‘arif, santun, bersih, dan berwibawa. | en_US |