dc.contributor.author | ANNISA, FIRLY | |
dc.contributor.author | WIDYASARI, WULAN | |
dc.contributor.author | AMALIA, AYU | |
dc.date.accessioned | 2016-11-08T02:43:41Z | |
dc.date.available | 2016-11-08T02:43:41Z | |
dc.date.issued | 2016 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/6012 | |
dc.description | Yogyakarta sebagai salah satu kota berkumpulnya berbagai suku, budaya agama, ras dan kelas
sosial, menjadi kota yang seharusnya menjadi barometer praktek kerukunan umat beragama yang
ada di Indonesia. Kota pelajar menjadi tagline kota Yogyakarta sebagai akibat banyaknya generasi
muda yang menuntut ilmu di kota ini. Peran yang besar kemudian dimiliki pendidik yang berada di
kota Yogyakarta karena melalui pendidikan memungkinkan adanya pemahaman mengenai
pentingnya saling menghormati satu sama lain dan bekerjasama meskipun memiliki latar belakang
berbeda. Disinilah peran pendidik khususnya guru agama di sekolah diperlukan dengan turut
menyampaikan gagasan multikulturalisme. Realitasnya bahwa pendidikan agama lebih diajarkan
dengan cara literer, formalistik, sehingga wawasan multikulturalisme yang semestinya menjadi
pijakan atas segala realitas yang terjadi di masyarakat tidak tampak. Terkait dengan
multikulturalisme persoalan Civic Culture di kalangan siswa juga nampak lemah.
Karena di sekolah-sekolah Negri masih adanya persoalan pemahaman multikulturalisme yang
masih dibangun dengan perspektif perbedaan-perbedaan etnis, bahasa, agama, gender dan ideologi
yang bekerja sebagai keseluruhan. Padahal di sekolah Negri seharusnya representasi negara hadir
dengan netral dan akomodatif untuk melindungi kelompok mayoritas maupun minoritas. Oleh
karena itu social capital diharapkan dibentuk oleh asosiasi masyarakat (civic associations) yang
otonom untuk memperkuat demokrasi, kesetaraan dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini
akan melakukan analisis bagaimana pemahaman guru-guru agama di sekolah-sekolah Negeri SDSMA/
K di Yogyakarta mengenai perspektif multikultur? Kemudian bagaimana peran guru dalam
menyampaikan dan mempraktekkan gagasan mengenai multikulturalisme tersebut dalam konteks
proses belajar dan mengajar di sekolah? Peneliti akan membagi penelitian menjadi dua kluster
guru-guru agama di kota DIY dan di sub-urban Yogyakarta (Bantul, Kulon Progo, Sleman dan
Gunung Kidul).
Melalui empat proses, penelitian ini akan dimulai dengan melakukan identifikasi pemahaman
gagasan multikulturalisme di kalangan guru agama di sekolah Negeri di Yogyakarta. Kuesioner
akan disebarkan kepada guru-guru agama sekolah Negeri di Yogyakarta dengan teknik memilih
sekolah dan guru-guru agama berdasarkan tujuan wilayah tempat (purposive sampling). Proses
kedua peneliti akan melakukan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan guruguru
agama di SD, SMP dan SMA/K baik di daerah kota maupun sub-urban Yogyakarta dengan
memilih guru berdasarkan variasi hasil jawaban dari kuesioner sebelumnya. Proses ketiga peneliti
akan mengekplorasi faktor-faktor yang menyebabkan pemahaman yang terdapat di dalam guruguru
agama yang berimbas pada penyampaian cara mengajar yang berspektif komunikasi
multikultur mupun yang tidak. Proses terakhir dengan menyusun rekomendasi tentang praktek
komunikasi multikultur yang dipraktekkan oleh guru-guru agama berdasarkan temuan dalam
penelitian. Output riset diharapkan dapat memberikan pemetaan persoalan pendidikan yang
berspektif multikultur yang ada di Istimewa Yogyakarta demi pembangunan generasi muda sesuai
dengan konteks Civic Culture di Indonesia. Kemudian perumusan mengenai kurikulum pendidikan
berbasis komunikasi multikultur juga akan dapat dilakukan untuk dilakukan di sekolah-sekolah
Negri di Indonesia. Data primer penelitian didapat dari sumber utama yaitu kuesioner dan diskusi
kelompok terfokus (fgd) kepada guru-guru agama. Data sekunder diperoleh dari pustaka buku dan
penelusuran dokumen-dokumen berkaitan kurikulum pendidikan agama. | en_US |
dc.description.abstract | Yogyakarta sebagai salah satu kota berkumpulnya berbagai suku, budaya agama, ras dan kelas
sosial, menjadi kota yang seharusnya menjadi barometer praktek kerukunan umat beragama yang
ada di Indonesia. Kota pelajar menjadi tagline kota Yogyakarta sebagai akibat banyaknya generasi
muda yang menuntut ilmu di kota ini. Peran yang besar kemudian dimiliki pendidik yang berada di
kota Yogyakarta karena melalui pendidikan memungkinkan adanya pemahaman mengenai
pentingnya saling menghormati satu sama lain dan bekerjasama meskipun memiliki latar belakang
berbeda. Disinilah peran pendidik khususnya guru agama di sekolah diperlukan dengan turut
menyampaikan gagasan multikulturalisme. Realitasnya bahwa pendidikan agama lebih diajarkan
dengan cara literer, formalistik, sehingga wawasan multikulturalisme yang semestinya menjadi
pijakan atas segala realitas yang terjadi di masyarakat tidak tampak. Terkait dengan
multikulturalisme persoalan Civic Culture di kalangan siswa juga nampak lemah.
Karena di sekolah-sekolah Negri masih adanya persoalan pemahaman multikulturalisme yang
masih dibangun dengan perspektif perbedaan-perbedaan etnis, bahasa, agama, gender dan ideologi
yang bekerja sebagai keseluruhan. Padahal di sekolah Negri seharusnya representasi negara hadir
dengan netral dan akomodatif untuk melindungi kelompok mayoritas maupun minoritas. Oleh
karena itu social capital diharapkan dibentuk oleh asosiasi masyarakat (civic associations) yang
otonom untuk memperkuat demokrasi, kesetaraan dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini
akan melakukan analisis bagaimana pemahaman guru-guru agama di sekolah-sekolah Negeri SDSMA/
K di Yogyakarta mengenai perspektif multikultur? Kemudian bagaimana peran guru dalam
menyampaikan dan mempraktekkan gagasan mengenai multikulturalisme tersebut dalam konteks
proses belajar dan mengajar di sekolah? Peneliti akan membagi penelitian menjadi dua kluster
guru-guru agama di kota DIY dan di sub-urban Yogyakarta (Bantul, Kulon Progo, Sleman dan
Gunung Kidul).
Melalui empat proses, penelitian ini akan dimulai dengan melakukan identifikasi pemahaman
gagasan multikulturalisme di kalangan guru agama di sekolah Negeri di Yogyakarta. Kuesioner
akan disebarkan kepada guru-guru agama sekolah Negeri di Yogyakarta dengan teknik memilih
sekolah dan guru-guru agama berdasarkan tujuan wilayah tempat (purposive sampling). Proses
kedua peneliti akan melakukan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan guruguru
agama di SD, SMP dan SMA/K baik di daerah kota maupun sub-urban Yogyakarta dengan
memilih guru berdasarkan variasi hasil jawaban dari kuesioner sebelumnya. Proses ketiga peneliti
akan mengekplorasi faktor-faktor yang menyebabkan pemahaman yang terdapat di dalam guruguru
agama yang berimbas pada penyampaian cara mengajar yang berspektif komunikasi
multikultur mupun yang tidak. Proses terakhir dengan menyusun rekomendasi tentang praktek
komunikasi multikultur yang dipraktekkan oleh guru-guru agama berdasarkan temuan dalam
penelitian. Output riset diharapkan dapat memberikan pemetaan persoalan pendidikan yang
berspektif multikultur yang ada di Istimewa Yogyakarta demi pembangunan generasi muda sesuai
dengan konteks Civic Culture di Indonesia. Kemudian perumusan mengenai kurikulum pendidikan
berbasis komunikasi multikultur juga akan dapat dilakukan untuk dilakukan di sekolah-sekolah
Negri di Indonesia. Data primer penelitian didapat dari sumber utama yaitu kuesioner dan diskusi
kelompok terfokus (fgd) kepada guru-guru agama. Data sekunder diperoleh dari pustaka buku dan
penelusuran dokumen-dokumen berkaitan kurikulum pendidikan agama. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA | en_US |
dc.subject | KOMUNIKASI MULTIKULTUR | en_US |
dc.subject | PENDIDIKAN | en_US |
dc.subject | CIVIC CULTURE | en_US |
dc.subject | GURU AGAMA | en_US |
dc.title | GURU AGAMA DAN PEMAHAMAN KOMUNIKASI MULTIKULTUR DI SEKOLAHSEKOLAH NEGERI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA | en_US |