SINERGI KEBENARAN DAN KESABARAN DALAM RÛH AT-TAWÂSHÎ
Abstract
Ternyata tidak mudah untuk bersikap ‘sabar’ dalam menegakkan kebenaran. Apalagi ketika ‘kita’ harus berhadapan dengan tantangan kehidupan yang semakin rumit. “Berdasarkan pernyataan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, lebih dari seribu tahun yang lalu beliau telah menengarai sebuah kenyataan di akhir zaman dalam sabda beliau”:
يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ
“Akan tiba suatu masa pada manusia, siapa di antara mereka yang bersikap sabar demi agamanya, ia ibarat menggenggam bara api.” (Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, juz IX, hal. 4, hadits no. 2428).
Beliau memberitakan tentang kondisi pengikut setia beliau di akhir zaman, yang mesti berkorban besar demi berdiri kokoh di atas kebenaran. Masa-masa yang dipenuhi dengan godaan syahwat dan syubhat, kejahilan yang semakin merata, ilmu yang dicabut dengan wafatnya para ulama, dan semakin lemahnya semangat untuk mencari kebenaran hakiki. Dalam kondisi semacam itu, seorang hamba yang bertekad menegakkan Dîn al-Islâm (agama Islam) secara utuh (kâffah) harus menjalani hari-hari sulit. Sulit dan beratnya menggenggam kebenaran diibaratkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan sulit dan beratnya menggenggam bara api.