dc.contributor.author | ALAUDIN, FATIKH MUHAMMAD | |
dc.date.accessioned | 2017-01-30T02:56:48Z | |
dc.date.available | 2017-01-30T02:56:48Z | |
dc.date.issued | 2016 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/8905 | |
dc.description | Salah satu problematika bangsa Indonesia yang cukup krusial pada saat ini adalah krisis kepemimpinan terutama di tataran daerah (Provinsi dan Kabupaten atau Kota). Salah satu dampak dari krisis kepemimpinan adalah terjadinya berbagai kriminalisasi salah satunya praktek korupsi. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2014 terdapat sebanyak 47 Kepala Daerah terjerat kasus korupsi. Selain korupsi, kurang inovatifnya Kepala Daerah membuat pembangunan di daerah cenderung lambat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kepemimpinan yang tidak hanya dapat merubah kondisi daerah, tetapi meningkatkan nilai dalam bekerja. Kepemimpinan tersebut adalah kepemimpinan transformasional.
Dewasa ini, terdapat beberapa Kepala Daerah yang dianggap telah merubah daerahnya ke arah yang lebih baik dan menjadi sorotan media, salah satunya adalah Ki Enthus Susmono, Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019. Ki Enthus Susmono yang merupakan seorang dalang wayang yang nyeleneh terpilih menjadi Bupati Kabupaten Tegal. Keunikannya mendalang ternyata dilakukan juga saat menjadi Bupati dengan banyak melakukan kebijakan yang terkesan unik dan berbeda, salah satunya adalah melantik bawahannya ditempat-tempat tertentu, seperti kuburan dan jalan raya.
Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif, peneliti mencoba meneliti kepemimpinan Ki Enthus Susmono dalam memimpin Kabupaten Tegal, bagaimana kepemimpinan transformasional yang dijalankan Ki Enthus Susmono selama menjadi Bupati semenjak dilantiknya pada tahun 2014. Sumber data yang dicari berupa primer dan sekunder, dengan pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi.
Setelah dilakukannya penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa Ki Enthus Susmono menjalankan kepemimpinan transformasional dengan menjalankan indikator menurut Bass dan Avolio (the Four I’s) yang kemudian lebih dirinci oleh James M. Kouzes dan Barry Z. Posner yang terdiri dari menyatakan visi yang jelas dan menarik, menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai, bertindak secara rahasia dan optimis, memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut, menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting, memimpin dengan memberikan contoh, memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu.
Dengan kepemimpinan Ki Enthus Susmono, Kabupaten Tegal mulai mendapatkan pujian dan penghargaan dari berbagai pihak dalam berbagai aspek. Meski demikian, terdapat juga kritikan juga kepada Ki Enthus Susmono salah satunya ketidaktotalan Ki Enthus Susmono sebagai Bupati karena ia masih menjalankan aktifitasnya sebagai dalang, sehingga banyak masukan dan saran agar Ki Enthus Susmono lebih total dan merubah gaya kepemimpinannya. | en_US |
dc.description.abstract | Salah satu problematika bangsa Indonesia yang cukup krusial pada saat ini adalah krisis kepemimpinan terutama di tataran daerah (Provinsi dan Kabupaten atau Kota). Salah satu dampak dari krisis kepemimpinan adalah terjadinya berbagai kriminalisasi salah satunya praktek korupsi. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2014 terdapat sebanyak 47 Kepala Daerah terjerat kasus korupsi. Selain korupsi, kurang inovatifnya Kepala Daerah membuat pembangunan di daerah cenderung lambat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kepemimpinan yang tidak hanya dapat merubah kondisi daerah, tetapi meningkatkan nilai dalam bekerja. Kepemimpinan tersebut adalah kepemimpinan transformasional.
Dewasa ini, terdapat beberapa Kepala Daerah yang dianggap telah merubah daerahnya ke arah yang lebih baik dan menjadi sorotan media, salah satunya adalah Ki Enthus Susmono, Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019. Ki Enthus Susmono yang merupakan seorang dalang wayang yang nyeleneh terpilih menjadi Bupati Kabupaten Tegal. Keunikannya mendalang ternyata dilakukan juga saat menjadi Bupati dengan banyak melakukan kebijakan yang terkesan unik dan berbeda, salah satunya adalah melantik bawahannya ditempat-tempat tertentu, seperti kuburan dan jalan raya.
Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif, peneliti mencoba meneliti kepemimpinan Ki Enthus Susmono dalam memimpin Kabupaten Tegal, bagaimana kepemimpinan transformasional yang dijalankan Ki Enthus Susmono selama menjadi Bupati semenjak dilantiknya pada tahun 2014. Sumber data yang dicari berupa primer dan sekunder, dengan pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi.
Setelah dilakukannya penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa Ki Enthus Susmono menjalankan kepemimpinan transformasional dengan menjalankan indikator menurut Bass dan Avolio (the Four I’s) yang kemudian lebih dirinci oleh James M. Kouzes dan Barry Z. Posner yang terdiri dari menyatakan visi yang jelas dan menarik, menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai, bertindak secara rahasia dan optimis, memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut, menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting, memimpin dengan memberikan contoh, memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu.
Dengan kepemimpinan Ki Enthus Susmono, Kabupaten Tegal mulai mendapatkan pujian dan penghargaan dari berbagai pihak dalam berbagai aspek. Meski demikian, terdapat juga kritikan juga kepada Ki Enthus Susmono salah satunya ketidaktotalan Ki Enthus Susmono sebagai Bupati karena ia masih menjalankan aktifitasnya sebagai dalang, sehingga banyak masukan dan saran agar Ki Enthus Susmono lebih total dan merubah gaya kepemimpinannya. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | FISIPOL UMY | en_US |
dc.subject | DALANG WAYANG | en_US |
dc.subject | BUPATI | en_US |
dc.subject | KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL | en_US |
dc.title | KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO (BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019) | en_US |
dc.type | Other
SKR
FISIP
141 | en_US |