GERAKAN ANTI-TAMBANG LUMAJANG (Studi Kasus: Repertoar Perlawanan Laskar Hijau Terhadap Pertambangan Pasir Besi di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang)
Abstract
Penelitian ini menarasikan mengenai sebuah gerakan sosial yang dilakukan oleh Laskar Hijau dalam melakukan penolakan terhadap aktivitas pertambangan pasir di Kabupaten Lumajang. Pertambangan selalu digambarkan dengan upaya menghadirkan kesejahteraan. Pasca peristiwa pembunuhan dan penganiayaan petani sekaligus aktivis anti-penambangan Salim Kancil dan Tosan, aktivitas pertambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang seketika menjadi sorotan publik.
Lokus dalam penelitian ini adalah gerakan yang dilakukan oleh Laskar Hijau. Sekelompok masyarakat yang diorganisasikan untuk melakukan gerakan sosial sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang semakin kritis. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan rumusan Bagaimana Bentuk Perlawanan Laskar Hijau Terhadap Pertambangan Pasir Besi di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualititatif dengan metode pengumpulan data dalam bentuk wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa Laskar Hijau termasuk dalam kategori Gerakan Sosial dengan menggunakan beberapa kategori yakni: tantangan bersama; tujuan bersama; solidaritas kolektif dan identitas kolektif serta memelihara politik perlawanan.
Charles Tilly, yang mempelopori konsep repertoar perlawanan, menegaskan bahwa tanggapan rival perlawanan terhadap inisiatif dari para penentang harus dimasukan dalam komponen integral dalam repertoar perlawanan. Bentuk perlawanan Laskar Hijau mengalami perubahan bentuk dalam kurun waktu tertentu. Kondisi-kondisi yang menyebabkan Laskar Hijau melakukan perubahan bentuk perlawanan karena tanggapan dari pihak lawan dan menganggap bahwa bentuk perlawanan tersebut belum efektif untuk pencapaian tujuan bersama.
Beberapa bentuk perlawanan Laskar Hijau dan masyarakat Wotgalih adalah pertama, bentuk perlawanan melalui dialog dengan pemerintah, bentuk perlawanan tersebut mengalami perubahan dikarenakan capaian tujuan yang diharapkan tidak tercapai dengan maksimal serta tanggapan dari pemerintah tidak sesuai yang di inginkan oleh Laskar Hijau dan masyarakat Wotgalih. Kedua, demontrasi masa menjadi bentuk perlawanan dominan selanjutnya. Bentuk perlawanan ini dipilih sebagai respon terhadap pemerintah dan pihak PT Antam serta warga pro tambang. Demonstrasi masa dilatarbelakangi oleh adanya kriminalisasi dan penganiayaan terhadap warga anti-tambang. Episode perlawanan ini mengalami tiga periode yang berbeda dengan membawa isu yang berbeda pula. Terakhir, penanaman sebagai bentuk aksi damai dan penegasan bahwa Laskar Hijau dan masyarakat Wotgalih tetap menolak pertambangan di desanya serta sebagai bukti bahwa Wotgalih akan lebih sejahtera bila dikelola sebagai lahan pertanian.