Show simple item record

dc.contributor.advisorRAHARJO, TRISNO
dc.contributor.advisorZUHDY, MUKHTAR
dc.contributor.authorFITRIA, FERISA DIAN
dc.date.accessioned2017-05-22T01:35:49Z
dc.date.available2017-05-22T01:35:49Z
dc.date.issued2017-04-17
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/10413
dc.descriptiondengan pembuktian pada kasus pidana pada umumnya, tetapi dalam kasus cybercrime ada beberapa hal yang bersifat elektronik yang menjadi hal utama. Kesulitan mendasar penggunaan bukti elektronik dalam proses pembuktian tindak pidana cybercrime, yaitu tidak adanya patokan atau dasar penggunaan bukti elektronik di dalam perundang-undangan kita, belum ada hukum positif Indonesia yang mengatur secara detail, komprehensif serta seragam mengenai keabsahan alat bukti elektronik yang dijamin keutuhannya, sehingga menyebabkan di dalam proses persidangan terjadi perbedaan pendapat mengenai terjaminnya keutuhan alat bukti elektronik tersebut. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu mengenai bagaimana menentukan keabsahan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana cybercrime dan bagaimana penerapan penggunaan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana cybercrime. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analitis, sedangkan pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara serta analisis data secara deskriptif kualitatif, artinya data yang diperoleh dengan membandingkan antara teori yang berlaku dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa keabsahan alat bukti elektronik dapat terpenuhi dengan adanya syarat formil dan materil. Persyaratan materiil adalah persyaratan untuk menjamin keutuhan data (intergrity), ketersediaan (availability), keamanan (security), keotentikan (authenticity) dan keteraksesaan alat bukti elektronik dalam proses penyidikan, penuntutan, dan penyampaianya di sidang pengadilan. Sedangkan persyartan formil adalah persyaratan dengan menggunakan surat penetapan, penggeledahan, penyitaan alat bukti elektronik dari pengadilan. Penerapan penggunaan dari alat bukti elektronik adalah dengan cara memproses bukti elektronik dalam bentuk elektronik dari sistem elektronik menjadi output yang dicetak kedalam media kertas, yakni diubah perwujudannya dalam bentuk hardcopy, tanpa adanya modifikasi. Lalu untuk disampaikan validitasnya di hadapan pengadilan dengan menggunakan keterangan ahli untuk menjelaskan proses serta hasil dari alat bukti elektronik. Dalam keabsahan alat bukti elektronik tersebut dibutuhkan pengaturan khusus mengenai syarat sahnya alat bukti elektronik agar tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang keabsahan alat bukti elektronik yang berpengaruh terhadap pembuktian dan perlunya dilakukan pendidikan atau pelatihan tambahan bagi aparat penegak hukum dalam hal mengenai digital investigation dan penanggulangan tindak pidana cybercrime.en_US
dc.description.abstractdengan pembuktian pada kasus pidana pada umumnya, tetapi dalam kasus cybercrime ada beberapa hal yang bersifat elektronik yang menjadi hal utama. Kesulitan mendasar penggunaan bukti elektronik dalam proses pembuktian tindak pidana cybercrime, yaitu tidak adanya patokan atau dasar penggunaan bukti elektronik di dalam perundang-undangan kita, belum ada hukum positif Indonesia yang mengatur secara detail, komprehensif serta seragam mengenai keabsahan alat bukti elektronik yang dijamin keutuhannya, sehingga menyebabkan di dalam proses persidangan terjadi perbedaan pendapat mengenai terjaminnya keutuhan alat bukti elektronik tersebut. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu mengenai bagaimana menentukan keabsahan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana cybercrime dan bagaimana penerapan penggunaan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana cybercrime. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analitis, sedangkan pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara serta analisis data secara deskriptif kualitatif, artinya data yang diperoleh dengan membandingkan antara teori yang berlaku dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa keabsahan alat bukti elektronik dapat terpenuhi dengan adanya syarat formil dan materil. Persyaratan materiil adalah persyaratan untuk menjamin keutuhan data (intergrity), ketersediaan (availability), keamanan (security), keotentikan (authenticity) dan keteraksesaan alat bukti elektronik dalam proses penyidikan, penuntutan, dan penyampaianya di sidang pengadilan. Sedangkan persyartan formil adalah persyaratan dengan menggunakan surat penetapan, penggeledahan, penyitaan alat bukti elektronik dari pengadilan. Penerapan penggunaan dari alat bukti elektronik adalah dengan cara memproses bukti elektronik dalam bentuk elektronik dari sistem elektronik menjadi output yang dicetak kedalam media kertas, yakni diubah perwujudannya dalam bentuk hardcopy, tanpa adanya modifikasi. Lalu untuk disampaikan validitasnya di hadapan pengadilan dengan menggunakan keterangan ahli untuk menjelaskan proses serta hasil dari alat bukti elektronik. Dalam keabsahan alat bukti elektronik tersebut dibutuhkan pengaturan khusus mengenai syarat sahnya alat bukti elektronik agar tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang keabsahan alat bukti elektronik yang berpengaruh terhadap pembuktian dan perlunya dilakukan pendidikan atau pelatihan tambahan bagi aparat penegak hukum dalam hal mengenai digital investigation dan penanggulangan tindak pidana cybercrime.en_US
dc.publisherFH UMYen_US
dc.subjectKeabsahan Alat Bukti Elektronik, Pembuktian, Tindak Pidana Cybercrimeen_US
dc.titleKEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA CYBERCRIMEen_US
dc.typeThesis SKR 039en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record