TRANSFORMASI BIROKRASI BERBASIS INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY (Penelitian di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta )
Abstract
Seiring dengan penerapan sistem ICT pada pemerintahan daerah, maka dituntut kapasitas sumber daya pegawai yang cukup memadai. Pada kenyataannya pemerintah daerah menghadapi permasalahan tersebut, sehingga tingginya tuntutan warga berbasis ICT belum bisa direspon oleh pemerintah daerah. Penerapan sistem ICT seharusnya bisa mendorong aparat untuk meningkatkan kapasitas dan transformasi birokrasi. Di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta yang sudah melaksanakan puluhan tahun sistem ICT dalam bentuk UPIK Kota Yogya dan SMS Center, serta pelayanaan berbasis ICT lainnya, belum mendorong transformasi birokrasi yang cukup signifikan. Dalam penelitian akan dikaji tentang peran struktur organisasi, perubahan budaya birokrasi dan kebijakan terhadap pelayanan publik berbasis web, dan sebaliknya pengaruh penerapan sistem web terhadap trnsformasi birokrasi. Disamping juga dikaji tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem ICT seperti : kuatnya budaya patron klein, struktur hierarkhi, pelaksanaan regulasi belum konsisten, model kepemimpinan belum fasilitatif, belum ada pendelegasian kewenangan, keberanian mengambil resiko rendah.
Metode penelitian yang digunkan adalah mixed method yakni tipe penelitian yang menggabungkan analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam arti hasil analisis kuantitatif SPSS SEM Amos diikuti analisis kualitatif dari hasil wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi, sehingga diperoleh hasil yang komprehensif. Objek penelitian adalah transformasi birokrasi berbasis ICT di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, subjek penelitian adalah pejabat structural pemerintah Daerah di kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Adapun informannya terdiri dari :Bupati /walikota, Asek III, Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, dan segenap pejabat struktural di Kabupaten Bantul 100 orang dan Kota Yogyakarta 100 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penerapan sistem ICT, visi dan kebijakan, struktur organisasi, serta perubahan budaya secara bersama-sama terhadap transformasi birokrasi di Kabupaten Bantul sebesar 4,1% , sedangkan di Kota Yogyakarta sebesar 44,6% . Dari hasil menunjukkan bahwa model yang dibentuk cukup baik karena relasinya mendekati angka 1 atau hubungan sempurna. Adapun faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi dan tidak diteliti sebagai berikut : kuatnya budaya patron
klein di Kabupaten Bantul sehingga aparat bawahan kurang bisa mengambil inisiatif dalam merespon warga, struktur organisasi SKPD yang hierarkis sementara penerapan sistem ICT membutuhkan struktur yang horizontal, kepemimpinan yang belum fasilitatif, belum ada pendelegasian kewenangan sehingga bisa mengurangi budaya ketergantungan pada pimpinan, aparat kurang berani mengambil resiko karena aparat menganggap bahwa ICT sebagai beban pekerjaan baru. Untuk Kota Yogyakarta faktor konsistensi dan keberlanjutan ikut mempengaruhi. Kelebihanya pengalaman ICT yang lebih lama, sudah ada pendelegasian kewenangan, kepemimpinan fasilitatif dan budaya demokratis.