dc.contributor.author | DJAMAL, MANSYUR | |
dc.date.accessioned | 2018-09-15T01:36:51Z | |
dc.date.available | 2018-09-15T01:36:51Z | |
dc.date.issued | 2018-09-10 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/21258 | |
dc.description | Pilkada Kota Ternate 2015 terdapat pelanggaran yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadiri kampanye dan mengkampanyekan calon walikota Petahana. Sebanyak 11 lurah, 1 Camat dan 4 Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dipanggil dan dimintai keterangan oleh Panwas Kota Ternate. Birokrasi Kota Ternate pada pilkada serentak 2015 melakukan pelanggaran terbanyak di wilayah Provinsi Maluku Utara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana praktik politisasi birokrasi sebagai instrument politik calon walikota petahana dan faktor yang mempengaruhi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan analisis deskriptif, dan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Sasaran penelitian ini adalah elite birokrasi, petahana, tim sukses, dan ketua partai koalisi. Hasil penelitian menunjukan kemenangan calon walikota Petahana Burhan Abdurahman dipenggaruhi dukungan elite birokrasi yang berperan sebagai tim elite/tim pemikir dan tim lapangan. Sebagai tim sukses, elite birokrasi berperan sebagai sumber pendanaan dan pembiayaan politik dilapangan, menjalin komunikasi dan memfasilitasi pertemuan rekanan/donator dengan kandidat, memanfaatkan fee proyek, penggunaan program pemerintah. Selain itu, tim elite birokrasi berperan melakukan konsolidasi dan mobilisasi pemilih ASN dan masyarakat. Dukungan politik elite birokrasi terhadap petahana dipengaruhi faktor patron clien, hubungan keluarga, etnis, dan balas budi. Saran penelitian ini, kedepan perlu diatur secara tegas sanksi (pemecatan) keterlibatan ASN dalam pilkada, dan sanksi (diskualifikasi) bagi petahana yang terbukti melakukan politisasi birokrasi. Perlu memperkuat tugas dan kewenangan pengawas Pemilu menindak pelangaran dan manjatuhkan sanksi pelanggaran pilkada. Perlu adanya regulasi yang mengatur pelarangan penempatan dan pengangkatan pejabat esalon II yang memiliki hubungan kekerabatan dan etnisitas dengan kepala daerah terpilih. Sehingga kedepan pilkada serentak berlangsung secara adil, netral dan demokratis. | en_US |
dc.description.abstract | Pilkada Kota Ternate 2015 terdapat pelanggaran yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadiri kampanye dan mengkampanyekan calon walikota Petahana. Sebanyak 11 lurah, 1 Camat dan 4 Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dipanggil dan dimintai keterangan oleh Panwas Kota Ternate. Birokrasi Kota Ternate pada pilkada serentak 2015 melakukan pelanggaran terbanyak di wilayah Provinsi Maluku Utara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana praktik politisasi birokrasi sebagai instrument politik calon walikota petahana dan faktor yang mempengaruhi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan analisis deskriptif, dan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Sasaran penelitian ini adalah elite birokrasi, petahana, tim sukses, dan ketua partai koalisi. Hasil penelitian menunjukan kemenangan calon walikota Petahana Burhan Abdurahman dipenggaruhi dukungan elite birokrasi yang berperan sebagai tim elite/tim pemikir dan tim lapangan. Sebagai tim sukses, elite birokrasi berperan sebagai sumber pendanaan dan pembiayaan politik dilapangan, menjalin komunikasi dan memfasilitasi pertemuan rekanan/donator dengan kandidat, memanfaatkan fee proyek, penggunaan program pemerintah. Selain itu, tim elite birokrasi berperan melakukan konsolidasi dan mobilisasi pemilih ASN dan masyarakat. Dukungan politik elite birokrasi terhadap petahana dipengaruhi faktor patron clien, hubungan keluarga, etnis, dan balas budi. Saran penelitian ini, kedepan perlu diatur secara tegas sanksi (pemecatan) keterlibatan ASN dalam pilkada, dan sanksi (diskualifikasi) bagi petahana yang terbukti melakukan politisasi birokrasi. Perlu memperkuat tugas dan kewenangan pengawas Pemilu menindak pelangaran dan manjatuhkan sanksi pelanggaran pilkada. Perlu adanya regulasi yang mengatur pelarangan penempatan dan pengangkatan pejabat esalon II yang memiliki hubungan kekerabatan dan etnisitas dengan kepala daerah terpilih. Sehingga kedepan pilkada serentak berlangsung secara adil, netral dan demokratis. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | MIP UMY | en_US |
dc.subject | PILKADA | en_US |
dc.subject | ELITE | en_US |
dc.subject | POLITISASI BIROKRASI | en_US |
dc.title | PETAHANA DAN POLITISASI BIROKRASI (Studi Pada Pilkada Kota Ternate 2015) | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |