DIPLOMASI BUDAYA KOREA SELATAN DI INDONESIA (2002-2017)
Abstract
Pada awalnya hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan hanya sekedar hubungan diplomatik. Dengan kerja sama kebanyakan seputar perdagangan. Bahkan nama Korea Selatanpun tidak terlalu dikenal di Indonesia, begitupun sebaliknya. Sampai akhirnya setelah krisis keuangan Asia 1997-1998 dan adanya Piala Dunia Jepang-Korea 2002 membuat
Indonesia tertarik untuk pertama kalinya menayangkan serial Korea di tahun 2002. Alasannya
karena nama Korea sudah semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia dan terutama hak siar
drama Korea lebih murah dibanding serial dari negara Asia Timur lainnya. Drama tersebut
menjadi pintu gerbang masuknya produk budaya Korea lainnya atau dikenal dengan nama
Hallyu / Korean Wave / gelombang Korea, seperti musik pop Korea (K-Pop), makanan Korea
(K-Food), dan bahasa serta huruf Korea (Hangeul). Selain itu juga membuat banyak produk
yang made in Korea juga masuk ke Indonesia, antara lain produk kosmetik, otomotif,
elektronik, dan sebagainya. Tujuan dari penelitian ini akan melihat bagaimana sikap
Indonesia dalam menanggapinya dan apakah yang mendorong tanggapan Indonesia atas
fenomena Korean Wave tersebut. Metode yang digunakan yakni deskriptif kualitatif dengan
cenderung menggunakan pendekatan analisis induktif. Fenomena di atas tentunya karena
pemerintah pusat yang tidak membatasi produk Korea yang masuk, yang membuat banyak
munculnya kerja sama sister city antar pemerintah daerah di dalam kedua negara, dan
kemudian memudahkan pula bagi Korea memasukkan hiburan-hiburan Korea contohnya
drama, musik, kuliner, maupun produk buatan Korea. Walaupun tidak sedikit pula komentar
negatif dari sebagian masyarakat mengenai khawatir fenomena tersebut akan dapat
menggerus budaya asli Indonesia atau membuat warga Indonesia akan kehilangan
identitasnya, namun hal tersebut tetap mendapat dukungan dari pemerintah maupun
sebagaian masyarakat Indonesia lainnya.