Show simple item record

dc.contributor.advisorISMAIL, NAWARI
dc.contributor.authorKARTINI, TRI DEWI
dc.date.accessioned2019-01-11T03:27:49Z
dc.date.available2019-01-11T03:27:49Z
dc.date.issued2018-12-12
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/23762
dc.descriptionKraton Yogyakarta merupakan representasi dakwah dalam bidang kekuasaan yang hingga kini masih diakui eksistensinya. Sri Sultan merupakan gelar raja yang mencerminkan identitas sebagai pemimpin. Namun pada tanggal 30 April 2015, gelar tersebut berubah. Berubahnya gelar merujuk pada perubahan budaya yang ada di Kraton Yogyakarta. Budaya kraton sendiri merupakan salah satu media dakwah di Yogyakarta. Oleh karena itu, jika budaya tersebut berubah, akan ada pergeseran dakwah pula. Perubahan tersebut mendorong peneliti untuk mengkaji perubahan budaya di Kraton Yogyakarta dengan metode kualitatif yang fokus pada proses perubahan budaya yang berkaitan dengan dakwah Islam setelah terjadinya perubahan gelar. Beberapa fokus penelitian lainnya adalah faktor penyebab perubahan budaya tersebut. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan budaya didorong oleh beberapa faktor yaitu kepentingan dan kontak budaya. Perubahan budaya menghasilkan beberapa produk budaya atau kebijakan baru, di antaranya adalah beberapa tatanan upacara adat yang harusnya dihadiri para rayi dalem (adik Sri Sultan) namun digantikan para Putri Sultan. Kebijakan lainnya adalah pawiyatan yang harusnya untuk abdi dalem namun sekarang dapat diikuti oleh semua warga. Selain itu, kegiatan surat menyurat atau penyebutan gelar Sultan di dalam kraton harus sesuai gelar baru.en_US
dc.description.abstractKraton (palace) Yogyakarta is a representation of da'wah in the field of power whose existence is still recognized today. The Sultan is a king's title that reflects the identity of a leader. But on April 30, 2015, the title changed. Changing titles refers to cultural changes in the Kraton Yogyakarta. The palace culture itself is one of the Islamic preaching media in Yogyakarta. Therefore, if the culture changes, there will also be a shift in da'wah. These changes encourage researchers to examine the cultural changes in the Kraton Yogyakarta with qualitative methods that focus on the process of cultural change related to Islamic da'wah after a title change. Also, this research focuses on the factors causing these cultural changes. The results concluded that cultural change is driven by several factors, namely interests, and cultural contacts. Cultural changes produce several new cultural or policy products, including some traditional ceremonial arrangements which should be attended by rayi dalem (the Sri Sultan's younger siblings) but replaced by the Sultan's daughters. Another policy is the Pawiyatan which must be for the courtiers but now can be followed by all citizens. Beside, correspondence activities or the mention of the Sultan's title in the palace must match the new title.en_US
dc.publisherFAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectCultural Change, Yogyakarta Palace, Case Study, Title Change of Sri Sultan Hamengku Buwono X.en_US
dc.titlePERUBAHAN BUDAYA DI KRATON YOGYAKARTA : STUDI KASUS PERUBAHAN GELAR SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO Xen_US
dc.typeThesis SKR FAI 407en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record