Show simple item record

dc.contributor.authorZAENURI, MUCHAMAD
dc.date.accessioned2019-02-12T03:36:02Z
dc.date.available2019-02-12T03:36:02Z
dc.date.issued2018-08-18
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/24364
dc.description.abstractUNESCO melalui Dewan Kerajinan Dunia (World Craft Council/WCC telah mengukuhkan Yogyakarta sebagai kota batik dunia. Pada peringatan 50 tahun organisasi tersebut di Dongyang, Provinsi Zhejiang, Tiongkok pada 18-23 Oktober 2014. Memang batik digemari hampir semua orang di seluruh dunia dari yang tua sampai yang muda. Tingkat pemakaian batik yang sangat tinggi tidak hanya dipakai dipakai orang Indonesia saja tetapi juga digunakan oleh wisatawan manca negara. Para wisatawan manca negara ini selain menggunakan batik untuk dipakai sendiri juga digunakan sebagai cinderamata saat pulang kembali ke negaranya masing-masing. Dengan demikian batik secara tidak langsung sudah menjadi komoditi dan berpeluang ekspor ke manca negara. Karena melihat peluang pasar yang sedemikian besarnya maka banyak pengusaha batik yang berusaha mengekspor produknya ke luar negeri. Awalnya batik hanya menggunakan pewarna sintetis untuk menghasilkan warnawarna yang menarik. Tetapi dalam perkembangannya ternyata pewarna sintetis ini dapat menimbulkan gangguan pada mahkluk hidup setelah proses produksi selesai atau hasil limbahnya yang merusak lingkungan. Gangguan lingkungan tidak hanya dialami oleh manusia saja melainkan juga oleh tumbuhan dan hewan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka kemudian dikembangkanlah batik pewarna alam. Batik pewarna alam memang dari sisi pembuatan agak lebih rumit dibanding pembuatan batik sintetis. Selain bahan baku pembuat warnanya juga lebih sulit didapatkan tetapi pengusaha batik banyak yang mulai memilih batik pewarna alam ini karena dari harga jualnya bernilai lebih tinggi dibanding batik sintetis. Meskipun begitu pengusaha batik juga tetap membuat batik sintetis sebagai alternatif penjualan karena harganya lebih murah. Tentunya konsumen diberi pilihan mau membeli dengan harga murah atau dengan harga mahal. Untuk batik pewarna alam harga rata-rata yang dipasang minimal 400 ribu sampai jutaan rupiah.en_US
dc.publisherJurnal Dinamika Pengabdian, Universitas Hasanuddinen_US
dc.subjectBatiken_US
dc.subjectPewarna alamien_US
dc.titleBATIK PEWARNA ALAM MENJADI PELUANG EKSPOR YANG BERNILAI JUAL TINGGIen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • CONFERENCE
    Berisi artikel ilmiah (bukan sertifikat) yang ditulis oleh dosen pada acara konferensi baik lokal, nasional maupun internasional dengan penyelenggara dari luar UMY, baik sebagai peserta Call for Paper, presenter, narasumber maupun keynote speaker.

Show simple item record