Show simple item record

dc.contributor.advisorLESTARI, AHDIANA YUNI
dc.contributor.authorSARTIKA, SEPTIANA AYU
dc.date.accessioned2019-04-06T01:48:33Z
dc.date.available2019-04-06T01:48:33Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/25894
dc.descriptionKedudukan anak yang lahir dari perkawinan siri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 selama ini tidak cukup memadai dalam memberikan perlindungan hukum dan cenderung diskriminatif. Oleh karena itu, Pemohon mengajukan judicial review terhadap Pasal 43 UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945). Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga Negara telah mengambil langkah dalam memutuskan perkara tersebut dengan putusan mahkamah konstitusi No.46/PUUVIII/2010. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Uji Materiil Kedudukan Anak diluar Kawin menjadi pintu terang dalam permasalahan kedudukan anak luar kawin dalam hukum di Indonesia. Pasalnya dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut hak-hak serta perlindungan hukum terhadap anak luar kawin lebih terjamin. Oleh karena itu, fokus dalam tulisan ini adalah apakah anak hasil perkawinan siri dapat dinasabkan pada ayahnya dan apa dasar hukum hakim mahkamah konstitusi dalam memutuskan perkara No.46/PUU-VIII/2010 tentang pengakuan anak luar kawin. Metode Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara terkait kedudukan hukum terhadap anak sebagai akibat perkawinan siri setelah adanya Putusan Mahkmah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi anak hasil dari perkawinan siri dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya sepanjang masih bisa dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setelah penetapan pengesahan terhadap anak luar kawin maka hak-hak yang dimiliki anak luar kawin akan sama dengan hak yang dimiliki seorang anak yang sah. Dasar pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi dalam mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 terkait kedudukan hukum anak yaitu anak yang dilahirkan pada dasarnya tidak patut untuk dirugikan dengan tidak terpenuhinya hak-haknya, karena kelahirannya di luar kehendaknya.en_US
dc.description.abstractKedudukan anak yang lahir dari perkawinan siri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 selama ini tidak cukup memadai dalam memberikan perlindungan hukum dan cenderung diskriminatif. Oleh karena itu, Pemohon mengajukan judicial review terhadap Pasal 43 UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945). Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga Negara telah mengambil langkah dalam memutuskan perkara tersebut dengan putusan mahkamah konstitusi No.46/PUUVIII/2010. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Uji Materiil Kedudukan Anak diluar Kawin menjadi pintu terang dalam permasalahan kedudukan anak luar kawin dalam hukum di Indonesia. Pasalnya dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut hak-hak serta perlindungan hukum terhadap anak luar kawin lebih terjamin. Oleh karena itu, fokus dalam tulisan ini adalah apakah anak hasil perkawinan siri dapat dinasabkan pada ayahnya dan apa dasar hukum hakim mahkamah konstitusi dalam memutuskan perkara No.46/PUU-VIII/2010 tentang pengakuan anak luar kawin. Metode Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara terkait kedudukan hukum terhadap anak sebagai akibat perkawinan siri setelah adanya Putusan Mahkmah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi anak hasil dari perkawinan siri dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya sepanjang masih bisa dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setelah penetapan pengesahan terhadap anak luar kawin maka hak-hak yang dimiliki anak luar kawin akan sama dengan hak yang dimiliki seorang anak yang sah. Dasar pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi dalam mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 terkait kedudukan hukum anak yaitu anak yang dilahirkan pada dasarnya tidak patut untuk dirugikan dengan tidak terpenuhinya hak-haknya, karena kelahirannya di luar kehendaknya.en_US
dc.publisherFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UMAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectKedudukan Anak, Perkawinan Siri, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010en_US
dc.titleKEDUDUKAN HUKUM ANAK SEBAGAI AKIBAT TERJADINYA PERKAWINAN SIRIen_US
dc.typeThesis SKR F H 114en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record