POLITIK TANAH (STUDI KASUS : GERAKAN PERLAWANAN PAGUYUBAN PETANI LAHAN PANTAI KULON PROGO TERHADAP TANAH BERSTATUS TANAH PAKU ALAM TAHUN 2016-2018
Abstract
Penelitian ini adalah menarasikan mengenai sebuah gerakan yang dilakuan oleh Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo dalam melakukan penolakan terhadap pertambangan pasir besi di Kulon Progo. Titik fokusnya adalah gerakan perlawanan PPLP-KP. Sekelompok petani lahan pantai yang diorganisasikan untuk melakukan gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan para petani menolak adanya pertambangan oleh PT Jogja Magasa Iron milik keluarga Keraton Yogyakarta. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan rumusan Bagaimana Dinamika Gerakan Perlawanan Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo Terhadap Tanah Berstatus Tanah Paku Alam Di Pesisir Pantai Selatan Kulon Progo Pada Tahun 2016-2018 Dan Apa Strategi Politik Yang Dilakukan Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo Untuk Merespons Status Tanah Pakualaman.
Dengan penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi dengan metode pengumpulan data dalam bentuk obrolan, observasi partisipatoris, wawancara mendalam dan didukung oleh dokumen yang relevan. Sumber data primer dalam penelitian adalah Widodo, salah satu anggota PPLP-KP dan data sekunder yang utama adalah buku yang diterbitkan oleh PPLP-KP yaitu Menanam Adalah Melawan.
Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo termasuk dalam dua kategori yaitu Gerakan Sosial dan gerakan Reforma Agraria dan Daily Politics dalam kesehariannya seperti menanam dan tidak peduli dengan politik. Mengkategorikan sebagai Gerakan Sosial dengan menggunakan beberapa indikator yakni: tantangan bersama; tujuan bersama; solidaritas kolektif dan identitas kolektife serta memelihara politik perlawanan. Dalam mengkategorikan sebagai gerakan Reforma Agraria berdasarkan apa yang diperjuangkan oleh organisasi tersebut yaitu melalui menolak tambang dan juga re-klaim tanah yang berstatus Tanah Paku Alaman. Bentuk perlawanan PPLP-KP selama dua tahun terakhir adalah menanam, bentuk perlawanan menanam masih dilakukan secara konsisten sebagai eksistensi gerakan. Kedua dengan merayakan hari lahir setiap tahun. Bentuk perlawanan ini dipilih sebagai simbol bahwa PPLP-KP masih eksis dan masih melawan sampai sekarang. Ketiga, melakukan kegiatan keagamaan sebagai perlawanan yang berorientasi terhadap Tuhan. Terakhir, bersolidaritas ke organisasi lain. PPLP-KP menyadari bahwa kuatnya melakukan perlawanan harus disertai massa yang banyak, maka dari itu anggota PPLP-KP banyak yang bersolidaritas di organisasi lain misal dalam penolakan pembangunan bandara YIA.