dc.contributor.author | YUDHA, IQLIMMA TANIA PUTERI | |
dc.date.accessioned | 2019-12-14T02:55:34Z | |
dc.date.available | 2019-12-14T02:55:34Z | |
dc.date.issued | 2019 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/30936 | |
dc.description | Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), bahwa jual beli tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dimana perjanjian jual beli tanah tersebut merupakan perjanjian formil yang harus dituangkan dalam bentuk akta PPAT. Pada saat ini masyarakat masih melakukan transaksi jual beli tanah di di hadapan Kepala Desa yaitu di wilayah Desa Hargotirto, Kulon Progo. Transaksi jual beli di bawah tangan ini dilakukan masyarakat karena kurangnya akan pengetahuan yang akhirnya melakukan proses jual beli dengan cara tunai/cash dengan kwitansi yang dilakukan oleh para pihak. Cara ini dilakukan karena dianggap lebih praktis dan cepat. Akan tetapi dalam proses balik nama dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dibutuhkan akta PPAT. Penelitian ini menggunakan penggabungan pendekatan penelitian normatif dan empiris kaitannya dengan mengetahui keabsahan dalam praktek jual beli tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan memang masih ada masyarakat yang hingga saat ini masih menggunakan praktek jual beli dibawah tangan dan dilakukan dengan selembar kwitansi dihadapan Kepala Desa. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah setempat telah mengimbau agar masyarakatnya melakukan jual beli nya di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) agar dapat melakukan proses pendaftarkan tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. | en_US |
dc.description.abstract | Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), bahwa jual beli tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dimana perjanjian jual beli tanah tersebut merupakan perjanjian formil yang harus dituangkan dalam bentuk akta PPAT. Pada saat ini masyarakat masih melakukan transaksi jual beli tanah di di hadapan Kepala Desa yaitu di wilayah Desa Hargotirto, Kulon Progo. Transaksi jual beli di bawah tangan ini dilakukan masyarakat karena kurangnya akan pengetahuan yang akhirnya melakukan proses jual beli dengan cara tunai/cash dengan kwitansi yang dilakukan oleh para pihak. Cara ini dilakukan karena dianggap lebih praktis dan cepat. Akan tetapi dalam proses balik nama dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dibutuhkan akta PPAT. Penelitian ini menggunakan penggabungan pendekatan penelitian normatif dan empiris kaitannya dengan mengetahui keabsahan dalam praktek jual beli tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan memang masih ada masyarakat yang hingga saat ini masih menggunakan praktek jual beli dibawah tangan dan dilakukan dengan selembar kwitansi dihadapan Kepala Desa. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah setempat telah mengimbau agar masyarakatnya melakukan jual beli nya di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) agar dapat melakukan proses pendaftarkan tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. | en_US |
dc.publisher | FH UMY | en_US |
dc.subject | AKTA DI BAWAH TANGAN | en_US |
dc.subject | JUAL BELI TANAH | en_US |
dc.subject | KEABSAHAN JUAL BELI | en_US |
dc.title | PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTEK JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN YANG DILAKUKAN DI HADAPAN KEPALA DESA (STUDI KASUS DI DESA HARGOTIRTO, KULON PROGO) | en_US |
dc.type | Thesis
SKR
FH
157 | en_US |